JAKARTA, DUMAI
- Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI)
tidak setuju terhadap permohonan revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan. PHDI menegaskan, perkawinan dalam agama Hindu hanya dapat
disahkan apabila kedua calon mempelai adalah pemeluk agama Hindu.
Perwakilan dari PHDI, I Nengah Dana saat memberikan keterangan di ruang sidang MK, Senin (24/11) (news.metrotvnews.com) |
"Mengingat
upacara pernikahan begitu sakral, maka diwajibkan kedua mempelai memeluk agama
Hindu," ujar Dewan Pakar PHDI I Nengah Dana, saat memberikan keterangan
sebagai pihak terkait di sidang pleno Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin
(24/11).
Menurut
Nengah, pendeta agama Hindu tidak akan mengesahkan upacara pernikahan, apabila
salah satu pasangan bukan beragama Hindu. Jika perkawinan ingin tetap
dilaksanakan sesuai agama Hindu, salah satu mempelai yang bukan pemeluk agama
Hindu, harus mengikuti upacara khusus sebagai tanda menganut agama Hindu.
I
Nengah mengatakan, ajaran Hindu di Indonesia memiliki perbedaan dengan ajaran
Hindu India. Misalnya, di India, pemeluk agama Hindu boleh melangsungkan
perkawinan dengan agama lain yang masih serumpun dengan agama Hindu. Sedangkan,
di Indonesia, umat Hindu hanya boleh menikah dengan orang yang seiman.
Terkait
Pasal 2 ayat 1 UU No 1 Tahun 1974 yang berbunyi "Perkawinan adalah sah,
apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya
itu", ia mengatakan, hal itu sudah sesuai dengan ajaran Hindu. PHDI tetap
menginginkan pasal itu ada tertulis dalam undang-undang.
Selain
itu, I Nengah mengaku tak sependapat apabila orang yang pindah agama demi
melangsungkan perkawinan dianggap mengorbankan hak azasi manusia. Menurut dia, apabila
pindah agama tersebut tumbuh dari hati nurani seseorang, maka hal itu tidak
disebut melanggar HAM.
"Kalau
dia yakin dengan agamanya, ya dia tidak akan menikah dengan yang beda agama,"
kata I Nengah seperti dilansir Kompas.com, Selasa (25/11).
Mahkamah
Konstitusi kembali menggelar sidang lanjutan perkara pengujian
konstitusionalitas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dengan
agenda mendengarkan keterangan pihak terkait, yaitu KWI, PHDI, dan Majelis
Tinggi Agama Khonghucu Indonesia.
Perkara
ini teregistrasi dengan nomor 68/PUU-XII/2014. Pemohon perkara ini adalah empat
orang warga negara Indonesia atas nama Damian Agata Yuvens, Rangga Sujud
Widigda, Varida Megawati Simarmata, dan Anbar Jayadi.
Post Comment
Post a Comment