Ilustrasi |
DUMAI- Mpu Kuturan merupakan salah satu dari Panca Pandita
yang tiba di Bali pada hari Rabu Kliwon wuku pahang, maduraksa (tanggal ping
6), candra sengkala agni suku babahan atau tahun caka 923 (1001M) yang
berkaitan dengan Siwa Buddha yang ada di Bali, selanjutnya berparhyangan di
Pura Silayukti (Padang).
Dari adanya lontar Calon Arang dapat diketahui bahwa
Mpu Kuturan berasal dari Jawa Timur yaitu di suatu tempat bernama Girah, dan
disanalah beliau pernah berkuasa sebagai seorang Raja. Beliau berangkat dan
menetap di Bali didorong oleh tiga faktor penyebab yaitu:
1.
Memenuhi
permintaan raja suami istri Gunaprya Dharmapatni & Udayana Warmadewa yang
bertahta di Bali pada tahun caka 910 sampai dengan 988 atau tahun 988M sampai
dengan tahun 1011M, yang memerlukan keahlian beliau dalam bidang adat dan agama
untuk merehabilitasi dan mestabilisasi timbulnya ketengangan-ketegangan dalam
tubuh masyarakat Bali Aga
2.
Karena
bertentangan dengan istri beliau yang menguasai magic. Sebab itu istri beliau
ditinggalkan di Jawa yang dijuluki “Walu Natheng Girah” atau “Rangda Natheng
Girah” (jandanya Raja Girah)
3.
Sebagai bhiksuka
atau Sanyasa, beliau lebih mengutamakan ajaran dharma dari pada kepentingan
pribadi
Kesempatan yang baik itu beliau pergunakan untuk
untuk datang ke Bali, karena dorongan kewajiban menyebarkan dharma. Selain
Senapati, beliau juga diangkat sebagai sebagai ketua Majelis ”Pakira kiran I
Jro makabehan:, yang beranggotakan sekalian senapati dan para pandita Ciwa dan
Budha. Dalan suatu rapat majelis yang diadakan di Bataanyar yang dihadiri oleh
unsur tiga kekuatan pada saat itu, yaitu
1.
Dari pihak Budha
Mahayana diwakili oleh Mpu Kuturan yang juga sebagai ketua sidang
2.
Dari pihak Ciwa
diwakili oleh pemuka Ciwa dari Jawa
3.
Dari pihak 6
sekte yang pemukanya adalah orang Bali Aga
Dalam rapat majelis tersebut Mpu Kuturan membahas
bagaimana menyederhanakan keagamaan di Bali, yg terdiri dari berbagai aliran.
Tatkala itu semua hadirin setuju untuk menegakkan paham Tri Murti untuk menjadi
inti keagamaan di Bali dan yang layak dianggap sebagai perwujudan atau
manifestasi dari Sang Hyang Widhi Wasa.
Konsesus yang tercapai pada waktu itu menjadi
keputusan pemerintah kerajaan, dimana ditetapkan bahwa semua aliran di Bali
ditampung dalam satu wadah yang disebut “Ciwa Budha” sebagai persenyawaan Ciwa
dan Budha. Semenjak itu penganut Ciwa Budha harus mendirikan tiga buah bangunan
suci (pura) untuk memuja Sang Hyang Widhi Wasa dalam perwujudannya yaitu Pura
“Kahyangan Tiga” yang menjadi lambang persatuan umat Ciwa Budha di Bali.
Di Bali, Salah satu nama Tuhan adalah Sang Hyang
Mbang atau Mahasunyi yang dalam agama Buddha ada istilah Sunyata. Tahun baru di
Bali dirayakan dengan sunyi (sunyata). Di Bali Selatan, ada Pura Sakenan yang
puncak piodalannya jatuh pada Hari Raya Kuningan. Sementara Sakenan berasal
dari kata Sakyamuni. Sakyamuni nama asli Sidartha Gautama.
Mpu Kuturan sendiri adalah pendeta Buddha yang
peninggalannya adalah Meru, hasil modifikasi Pagoda umat Buddha. Pada Abad
ke-16, Bali mengalami masa kejayaan di bawah Raja Dalem Waturenggong. Dalam
masa kerajaan itu ada penasihat spiritual yaitu pendeta Siwa-Buddha.
Peninggalannya berupa Padmasana.
Tentang adanya Mpu Kuturan di Bali dapat diketahui
dari 7 prasasti peninggalan purbakala, dimana disebutkan bahwa Mpu Kuturan di
Bali berpangkat “Senapati”, dan prasasti-prasasti tersebut kini masih terdapat:
- Di desa Srai, kecamatan Kintamani, kabupaten daerah tinggkat II Bangli, bertahun Caka 915 atau 993M
- Di desa Batur, kecamatan Kintamani, kabupaten daerah tingkat II Bangli, bertahun caka 933 atau 1011M
- Di desa Sambiran, kecamatan Tejakula kabupaten tingkat II Buleleng, bertahun caka 938 atau 1016M
- Di desa Batuan, kecamatan Sukawati kabupaten tingkat II Gianyar bertahun caka 944 (1022M)
- Di desa Ujung Kabupaten daerah tingkat II Karangasem bertahun caka 962 (1040M)
- Di Pura Kehen Bangli, kabupaten tingkat II Bangli, karena sudah rusak tidak tampak tahunnya
- Di desa Buahan, kecamatan Kintamani, kabupaten daerah tingkat II Bangli bertahun caka 947 (1025M)
Sekian banyaknya prasasti sebagai fakta sejarah yang
mencantumkan nama Mpu Kuturan sebagai Senapati di Bali. Dan menurut salah satu komentar di forum
diskusi jaringan hindu nusantara, adapun sekte - sekte di Bali yang
dipersatukan Mpu Kuturan pada waktu pemerintahan Raja Udayana menjadi tiga,
yaitu Siwa, Budha, dan Waisnawa. Kesembilan sekte itu adalah:
1.
Brahmana
2.
Bodha atau
Sogatha
3.
Bhairawa
4.
Ganapatya
5.
Pasupata
6.
Rsi
7.
Sora
8.
Waisnawa
9.
Siwa Sidantha
Silsilah Mpu
Kuturan
Ida Bhatara Lingsir Hyang Pasupati menurunkan Sang
Hyang Putranjaya, Sang Hyang Dewi Dhanu dan Sang Hyang Genijaya. Sang Hyang
Genijaya (melinggih di Pura Lempuyang Luhur) menurunkan Panca Dewata, yaitu:
1.
Mpu Gnijaya
2.
Mpu Semeru
3.
Mpu Ghana
4.
Mpu Kuturan
5.
Mpu Bradah
Sekedar tahu, Sanak Sapta Rsi diturunkan oleh Mpu
Gnijaya yang beristrikan Ida Bhatari Dewi Manik Geni yaitu putri dari Ida
Bhatara Putranjaya. Mpu Kuturan, meringkas sekte pemujaan menjadi Trimurti:
Brahma, Wisnu dan Ciwa yang akhirnya dalam desa pekraman menciptakan 3 soroh
pura:
Menitis ke Hyang Genijaya yang bersthana di Pura
Lempuyang Luhur, Beliau dianggap yang menguasai hal-hal spiritual beserta
sub-subnya termasuk usadha (balian).
2.
Pura Puseh:
Sthana Ida Bhatara Wisnu
Menitis ke Ida Bhatara Dewi Dhanu, Beliau Bersthana
di Pura Batur, Ulun Danu. Beliau dianggap yang menguasai hal-hal kesuburan,
kesejahteraan, kekayaan dan welas asih.
3.
Pura Dalem:
Sthana Ida Bhatara Ciwa
Beliau menitis ke Hyang Putranjaya, menurut
penuturan Pinisepuh, Beliau belum bersthana di mana-mana tetapi sementara ini
Beliau melinggih di Gunung Agung dan beliau juga dianggap yang berkuasa atas
ha-hal2 kepemerintahan.
Mpu Kuturan juga melahirkan konsep pemujaan ke atas
yang di wujudkan dengan Tri Purusha yaitu:
a.
Ciwa
Disimbolkan dengan keberadaan gunung karena
merupakan Sthana Dewata tertinggi di alam Bali dan gunung tersebut adalah
gunung Agung yang disimbolkan sebagai Ciwa di mana pura Kahyangan Jagat Besakih
didirikan sebagai pusat Leluhur Nusantara sekarang ini.
b.
Sadaciwa
Adalah manifestasi dari Ida Bhatara Sang Hyang
Ismaya atau dikenal dengan Sabda Palon atau dikenal juga sebagai Semar atau
Tualen di Bali. Beliau adalah pengemong atau yang menjaga dan penasehat para
Leluhur dari jaman ke jaman. Dikhabarkan bahwa sebelum Kerajaan Majapahit
runtuh Sabda Palon berjanji untuk kembali lagi 500 tahun kemudian untuk
membangkitkan kembali ajaran Ciwa Budha.
c.
Paramaciwa
Beliau adalah Ida Betara Lingsir Hyang Pacupati
sendiri yang menurunkan umat manusia. Adalah tingkatan tertinggi dari tatanan
kehidupan manusia du dunia. Perpaduan konsep horisontal (mendatar) dan vertikal
(atas bawah) kalau digabungkan adalah Tapak dara, Purusha Pradhana, Rwabhineda
yang disebut dengan Ardhanareswari yaitu Bapak dan Ibu atau Ciwa (bapak) dan
Budha (ibu), Padamasana adalah Ciwa dan Rong Tiga adalah Budha, menjadi satu
disebut Hyang Tunggal dan segala sebutan Beliau Hyang Widhi Wasa.
Karya Spiritual
Mpu Kuturan
Sungguh kemampuan yang sangat luar biasa yang
dimiliki oleh Beliau Mpu Kuturan. Peninggalannya tentang konsep pemujaan Ciwa
Budha adalah karya spiritual yang sungguh hebat karena menyatukan kerumitan
silsilah Dewata menjadi konsep sederhana yang sangat mudah untuk dipahami dan
lestari sampai sekarang.
Berikut adalah karya spiritual Mpu Kuturan:
1.
Konsep Ciwa
Budha adalah yang terbesar seperti dijelaskan di atas karena menjadi acuan
pemujaan seluruh umat Hindu Dharma di Nusantara.
2.
Konsep Desa
Dalem Puseh sebagai lanjutan penerapan konsep Ciwa Budha.
3.
Konsep Catur
Loka yaitu konsep mendirikan pura pemujaan pada masing-masing maksud yang
terdiri dari: a). Pura Kawitan b). Pura Dhang Kahyangan c). Pura Sad Kahyangan
atau Perhyangan Jagat d). Kahyanan Jagat.
4.
Bentuk pelinggih
seperti meru dan lain-lainnya adalah hasil dari penciptaan Beliau. Namun Padmasana
disempurnakan lagi bentuknya oleh Dhang Hyang Niratha salah satu dari keturunan
Beliau juga.
Pura-pura Karya Mpu Kuturan
a.
Pura Besakih
bersama dengan Rsi Markandhea
b.
Pura Silayukti
di Padangbai, Karangasem adalah tempat Beliau bersemedhi dan Moksha.
c.
Pura Batu Pageh,
Desa Ungasan, Badung adalah pura yang disebut sebagai pagar Niskala alam Bali
diatur dari pura ini.
d.
Pura Samuan
Tiga, adalah pura bersejarah waktu mempersatukan sekte-sekte di Bali.
e.
Pura Sakenan, di
Serangan
f.
Pura Watu
Klotok, di Klungkung
g.
Pura Uluwatu, di
Ungasan
h.
Pura Menjangan,
di Buleleng barat
i.
Pura Ponjok
Batu, di Buleleng timur
j.
Pura Pejeng di
Pejeng Gianyar
Pura Besakih |
Dari nama itu telah memberikan kesan, bahwa
disinilah paham trimurti mulai diperkenalkan dan ditegakkan, serta paham Siwa-Budha
yang disatukan atas dalil yang berbunyi : “Ndatan
len kira Siwa rupa Budha, maka pati urip ikang trimandala, Sang Sangkan
Paraning Sarat ganal alit hita ala ayu kojaring aji, utpett, stithi, linaning
dadi kita kocanani paramartha Sogatha”. Artinya : “Tiada lain Siwa yang berupa Budha, berkuasa menghidupkan sekalian
makhluk penghuni tiga alam semesta, manciptakan besar dan kecil, kasar dan
halus, suka dan duka, Engkau yang mengadakan ajaran agama (Dharma), yang
berdasarkan nilai-nilai kelahiran, kehidupan, dan akhirnya kematian. Jadi
Engkau adalah penyebab tertinggi wahai Budha”. (Prasasti Samuan Tiga)
Sejak saat itu, kehidupan masyarakan di Bali menjadi
lebih tertib, aman, rukun, dan damai. Mereka saling hormat-menghormati sesuai
dengan semboyan “Bhineka tunggal ika tan
hana dharma mangrwa”, yang artinya walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu
dalam pelaksanaan terhadap dharma atau kewajiban. Seperti keputusan di Pesamuan
Agung yang diadakan di Bataanyar, dimana Mpu Kuturan yang menjadi
pemrakarsanya. Peristiwa itu terjadi kurang lebih tahun 1002 M.
Pada tahun 1007 M, Mpu Kuturan atas persetujuan dari
Raja/Ratu dan yang hadir pada saat Pesamuan Agung di Samuan Tiga, Bataanyar.
Memberikan wewenang kepada para Bhujangga Waisnawa untuk memimpin pelaksanaan
yajna baik besar maupun kecil yang diadakan di seluruh wilayah kerajaan, dan
Mpu Kuturan berpesan kepada Bhujangga Waisnawa sebagai berikut : “Wahai Bhujangga Waisnawa sekalian, jangan
lupa dengan junjungan dan tugas kewajiban kalian, yang disebut Tri Wisesa,
sebagai pemeluhara kita, apabila kalian lalai dan lupa, kalian pun akan
dilupakan oleh Sang Hyang Tri Wisesa, yang dapat membuat kita bingung karena
Sang Hyang Tri Wisesa itulah sebagai sumber kita sekalian, agar kamu sekalian
mengerti”.
Disamping hal tadi ada juga panjelasan Mpu Kuturan
yang mengatakan pada bilamana terjadi kekeruhan di dunia, harus diadakan
upacara yadna yang bernama tebasan. Upacara ini harus dipuja dan dipimpin oleh
Sang Bhujangga Waisnawa. Hanya Sang Bhujangga Wausnawa yang berwenang memuja
dan memimpin upacara, pangklukatan (penyucian) tersebut, bilamana terjadi
kekeruhan di dunia dan alam semesta ini, termasuk yang behubungan dengan
pekarangan rumah, tegalan (ladang), persawahan, dan lain-lain. Jika bukan Sang
Bhujangga Waisnawa yang memimpin dan memuja upacara pangklukatan itu, maka
upacara tersebut tidak akan berhasil, sebab hal tersebut merupakan tugas dari
Sang Bhujangga Waisnawa. Apabila sudah dilaksanakan seperti itu, barulah Pulau
Bali akan menjadi aman sentosa. Dikisahkan pula bahwa para Bhujangga Waisnawa
yang berleluhur Maharsi Markandeya, ketika tiba di Bali membawa berbagai
pustaka suci Weda, yang memuat ajaran suci seperti : Sruti, Smerti,
Candrakarana, Kirthabhasa, Dasanama, Upanisad, Wedanta sutra, Itihasa (Ramayana
dan Mahabrata), dan berbagai Purana.
Desa Pakraman
Ciptaan Mpu Kuturan
Desa pakraman hasil ciptaan Mpu Kuturan, melahirkan
tatanan kehidupan masyarakat, suatu wadah kesatuan dan persatuan masyarakat
Bali, yang berisi tuntunan tata krama yakni suatu aturan hidup untuk menciptakan
suasana kehidupan yang serasi, selaras, dan seimbang di dalam kehidupan
masyarakat. Selain tatakrama juga terdapat nilai – nilai kebersamaan yaitu
musyawarah untuk mufakat. Dalam desa pakraman juga diatur tentang tata ruang
karena dalam kehidupan masyarakat manusia ini memerlukan kebutuhan hidup yang
mencukupi, yang disebut “Panca Wa
Sasaning Nithi Warga”. Yang dimaksud Panca Wa itu adalah kebutuhan pokok
hidup, yang terdiri dari Wisma (perumahan), Wastra (sandang), Wareg (pangan),
Waras (kesehatan), dan Waskita (pendidikan dan rekreasi). Di dalam hal ini
wawasan lingkungan ditentukan, sehingga tata ruang jelas diketahui, dimana
masing – masing wilayah ditetapkan tentang kegunaan dan manfaatnya, seperti
misalnya : lokasi kahyangan, perumahan, bangunan umum untuk kepentingan
bersama, lapangan, jalan, dan lain sebagainya. Dengan demikian, model atau
corak desa di Bali, apabila mengikuti tataruang ini akan tampak ada
persamaannya.
Desa Penglipuran, Bali (www.cumilebay.com) |
Oleh sebab itu, antara sekala (alam nyata) dengan niskala
(alam gaib) dapat dipadukan kelestariannya dalam kehidupan bermasyarakat,
sehingga masalah aktual dan spiritual dapat diwujudkan, disenyawakan, dan
diselaraskan seperti apa yang dikonsepkan dalam ajaran “Rwa Binedha”.
Persenyawaan ini harus diaktifkan malaui ritual. Melalui ritual inilah, ruang
memperoleh makna dan waktu serta peristiwa sehingga pedoman yang mengatur
kegiatan ini adalah suatu lingkungan yang teratur dan utuh, sebab pedoman yang
terjadi berdasarkan atas kesepakatan yang diyakini bersama. Kebutuhan
lingkungan akan menjadi kuat apabila mulai dari tataruang, bangunan, alat,
pakaian, kelakuan sampai ritual berdasarka suatu pedoman. Begitu pula
pengendalian sumber daya harus dijadikan upaya untuk menjaga keseimbangan
lingkungan, termasuk di dalamnya tentang ketahanan, ketertiban, dan keamanan
yang mantap, ampuh, dan terkendali.
Pada konsep tataruang yang bebudaya dan berwawasan
lingkungan positif, yang ditetapkan oleh Mpu Kuturan ke dalam masyarakat Bali,
dapat memberikan warna dan corak kehidupan masyarakat di daerah ini. Seperti
misalnya : Triangga, Trimandala, Hulu teban,
Astabhumi, Asta Kosala-Kosali, Bamakerthi, Jananpaka, dan lain sebagainya.
Semua ini kemudian menjadi landasan berpijak bagi masyarakat Hindu di Bali dan
pedoman di dalam setiap gerak kehidupan bermasyarakat yang dapat memperkuat
rasa kebersamaan diantara masing-masing kelompok dan perorangan. Semua konsep
dan ajaran Mpu Kuturan akhirnya dijadikan warisan tak ternilai bagi masyarakat
Hindu di Bali, walaupun tidak sedikit pemakai konsep dan ajaran ini tidak
mengetahui siapa arsitek konsep dan ajaran tersebut.
Karya lain dari Mpu Kuturan adalah berhasil
memperluas dan memperbesar Pura Besakih, serta menciptakan Pelinggih Meru dan
Gedong. Mpu Kuturan juga yang mengajarkan pembuatan kahyangan secara spiritual,
termasuk pembuatan jenis – jenis pedagingan. Selain itu, Mpu Kuturan juga yang
telah menciptakan konsep Tri Hita Karana, yang berarti tiga penyebab
kebahagiaan, yaitu : Parahyangan yang berarti hubungan manusia dengan Tuhan,
yang termanifestasi dalam bentuk Kahyangan Tiga, Palemahan yaitu hubungan
manusia dengan alam dan lingkungan di sekitarnya tercermin dari wilayah
tertorial dari desa pakraman, dan Pawongan yaitu hubungan manusia dengan sesama
manusia yang tercermin dalam kramaning warga.
Guna menjaga ketentraman masyarakat Bali, Mpu
Kuturan mendirikan dan menyempurnakan Pura Kahyangan Jagat yang berjumlah
delapan buah, yaitu : Pura Besakih, Lempuyang, Andakasa, Goa Lawah, Batukaru,
Beratan, Batur, dan Uluwatu. Selain itu Mpu Kuturanlah yang memprakarsai
upacara ngenteg linggih atau yang sering disebut ngelinggihang (menstanakan)
Dewa Pitara (roh suci leluhur) di sanggah atau pemrajan pada rong tiga
(kemulan). Pelinggih Rong Tiga juga berlaku untuk tempat suci memuliakn Tuhan
yang Maha Esa dalam fungsinya sebagai Kahyangan Tiga keluarga dalam fungsi
Beliau sebagai penguasa dari penciptaan, pemelihaaran, dan pengembali ke unsur
Panca Maha Butha, yang tersimbolisasi dari Dewa Brahma, Sri Wisnu, dan Dewa
Siwa.
Konsep bangunan Meru yang diperakarsai oleh Mpu
Kuturan disebut perlambang dari gunung Mahameru, tempat kediaman para dewa.
Namun ada yang berpendapat bahwa Meru adalah perkembangan candi dari Jawa.
Candi Jawa sebenarnya melambangkan alam kosmos yang dapat di bagi menjadi 3
bagian, yaitu bhur loka, yang dilambangkan pada kaki candi, bwah loka yang
dilambangkan sebagai badan candi, dan swah loka dilambangkan atap candi. Di
dalam perkembangannya, di Bali meru tidak hanya bertumpang 3, melainkan dari
tumpang 1 sampai tumpang 11. Perlu diketahui kalau tumpang meru selalu ganjil,
kecuali tumpang 2. Jadi ada tumpang 1, 2, 3, 5, 7, 9 dan 11. Kenyataan
membuktikan di Bali menurut fungsinya meru dapat dikategorikan menjadi 2 jenis,
yaitu sebagai dewa prathista atau pelinggih dewa dan meru selaku atma pratistha
atau sebagai pelinggih roh suci. Perbedaan dari kedua jenis Meru ini terletak
pada sikutnya (ukurannya) seperti ditentukan pada lontar asta kosala – kosali.
Bangunan Meru |
Dengan demikian Meru beratap sebelas adalah lambang
dari sebelas aksara suci, simbol ekadasa dewata. Meru beratap sembilan aksara
suci simbol Nawa Dewata (Sanga Dewata). Meru beratap tujuh lambang tujuh aksara
suci, simbol Sapta Dewata, Meru beratap lima merupakan lambang lima aksara
suci, simbol Panca Dewata. Meru beratap tiga lambang tiga aksara suci, simbol
dari Tri Purusa. Meru beratap dua lambang dua aksara suci, simbol rwa bhineda
atau purusa pradana. Sedangkan meru beratap satu merupakan lambang dari
panunggalan seluruh aksara menjadi Om, simbol Sang Hyang Tunggal.
Mpu Kuturan, sebagaimana telah disinggung dalam
beberapa sumber berupa lontar dan babad, tatkala masih di Jawa, Mpu Kuturan
pernah bertahta sebagai raja yang berkedudukan di Gira dan mempunyai seorang
istri serta seorang putri bernama Dyah Ratnamanggali. Namun Mpu Kuturan dan
istrinya mengalami pertentangan sehingga keluarga ini menjadi retak. Konflik
ini terjadi karena istrinya menerapkan ilmu hitam, yaitu menjalankan teluh
teranjana, dimana ritual ini merupakan salah satu cara untuk memuja bhatari
Durga demi mendapatkan kesaktian. Istrinya merupakan pengikut tantra kiri atau
bhairawi. Sedangkan Mpu Kuturan menerapkan ajaran kebajikan. Oleh karena hal
inilah Mpu Kuturan lalu meninggalkan istri dan anaknya untuk pergi ke Bali
menerima undangan Raja Udayana Warmadewa dan Ratu Gunapriya Dharmapatni untuk
membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh Raja suami istri ini.
Walaupun pada akhirnya istrinya dikalahkan oleh adiknya sendiri yaitu Mpu
Bharadah dengan siasat menikahkan Dyah Ratnamanggali dengan putranya yaitu Mpu
Bahula, dimana akhirnya Rangda Girah (istri Mpu Kuturan) berhasil dikalahkan.
Cerita ini sangat terkenal di Bali, dan hal tersebut tergambar dalam pementasan
sendratari Calonarang, bahkan di pura pada saat pujawali, ditampilkan dalam
bentuk tarian barong dan rangda sebagai perlambang kekuatan baik dan buruk,
dharma dan adharma (rwa bhineda).
Untuk menghormati jasa-jasa Mpu Kuturan, maka
dibuatlah pelinggih khusus untuk Beliau berbentuk Manjangan Salwang, karena
kedatangan Mpu Kuturan ke Bali konon menunggangi seekor menjangan. Namun
dibalik ungkapan tersebut, Menjangan Salwang dapat diartikan sebagai balai yang
panjang dan luas, dimana “Manjangan” berarti panjang, “salu” berarti balai dan
“wang” berarti luas. Sehingga kata Manjangan Salwang diartikan sebagai lambang
dari balai yang panjang dan luas, dimana tempat itu digunakan sebagai tempat
pertemuan para dewa. Selain itu Mpu Kuturan juga mendirikan tempat suci di
Padang Bai, Karangasem yang bernama Pura Cilayukti, dimana “sila” berarti
tingkah laku dan “yukti” berarti benar. Berarti jika diartikan yaitu tingkah
laku yang benar, karena di pura inilah Mpu Kuturan mulai memimpin dan
mengajarkan tingkah laku yang benar kepada masyarakat Bali. Demikianlah karya
dari Mpu Kuturan di Bali, dimana hal ini masih dapat dilihat hingga sekarang
sebagai salah satu warisan penting bagi masyarakat Hindu di Bali. Hal ini
menjadi ciri khas dari kebudayaan Bali yang sosio religius.
Post Comment
+ komentar + 6 komentar
kisah perjalananya di rangkum di sini gak bli?
Sangat bermanfaat untuk menambah pengetahuan..trimakasih gan.......
jangan lupa mampir di web saya ya......
- Jual Penirum Di Bali
- Agen Penirum Di Bali
- Distributor Penirum Di Bali
- Toko Penirum Di Bali
- Alamat Penirum Di Bali
ayo bergabung dengan saya di (D(E(W-A)P)K)
menangkan uang jutaan rupiah dengan menguji keberuntungan kalian
hanya dengan minimal deposit 10.000
untuk info lebih jelas segera di add saja pin bb kami D87604A1
ditunggu lohhh add nya... terima kasih waktu nya :* :*
http://reretaipan88.blogspot.com/2018/06/asiataipan-taipanqq-taipanbiru-dalam.html
Taipanbiru
TAIPANBIRU . COM | QQTAIPAN .NET | ASIATAIPAN . COM |
-KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID terbaik nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
1 user ID sudah bisa bermain 8 Permainan.
• BandarQ
• AduQ
• Capsasusun
• Domino99
• Poker
• BandarPoker
• Sakong
• Bandar66
Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
customer service kami yang profesional dan ramah.
NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
• WA: +62 813 8217 0873
• BB : E314EED5
Daftar taipanqq
Taipanqq
taipanqq.com
Agen BandarQ
Kartu Online
Taipan1945
Judi Online
AgenSakong
ayo segera bergabung dengan kami hanya dengan minimal deposit 20.000
dapatkan bonus rollingan dana refferal ditunggu apa lagi
segera bergabung dengan kami di i*o*n*n*q*q
suka sekali membaca sejarahnya
teknik pengolahan bahan pangan
Post a Comment