Pura Samuantiga (www.wisatadewata.com ) |
GIANYAR, DUMAI- Pada Selasa (13/5) besok, bertepatan
dengan hari Purnama Jyestha, di Pura Samuantiga, Desa Bedulu, Kecamatan
Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, dilaksanakan pujawali. Pura Samuantiga merupakan
salah satu pura penting dalam sejarah peradaban Bali. Lantaran di pura inilah
terbentuk cikal bakal desa pakraman, organisasi tradisional yang hingga kini
menjadi pilar penting adat dan budaya Bali.
Sekilas sejarah, pada sekitar abad ke-11, pada masa
pemerintahan raja suami-istri Sri Dharma Udayana dan Gunaprya Dharmapatni, di
tempat inilah dilaksanakan pertemuan mahapenting dipimpin Senapati Mpu Kuturan
untuk merumuskan format pelaksanaan keagamaan yang bisa mengadopsi berbagai
sekte keagamaan yang ada saat itu. Kala itu Bali kerap menuai konflik lantran
banyaknya sekte keagamaan. Setidaknya ada enam sekte di Bali sat itu yakni
Pasupata, Bhairawa, Siwa Sidhanta, Waisnawa, Budha, Brahma, Resi, Sora dan
Ganaptya. Pertemuan agung itu sendiri, sebagaimana disebutkan dalam Babad
Pasek, dihadiri oleh utusan Siwa, Budha dan Bali Aga.
Dalam pertemuan ini pula kemudian lahir konsep
pemujaan Tri Murti yakni Brahma, Wisnu dan Siwa. Untuk mengimplementasikan
konsep pemujaan ini, dirumuskanlah konsep tempat pemujaan Kahyangan Tiga. Dari
sinilah kemudian lahir lagi konsep kemasyarakatan berupa desa pakraman yang
diwajibkan memiliki tempat pemujaan Kahyangan Tiga yakni Pura Puseh, Pura Desa
(di beberapa tempat disebut Bale Agung) serta Pura Dalem.
Padahal dalam lontar Tatwa Siwa Purana seperti
dikutip I Wayan Patera dalam buku Khayangan Jagat Pura Samuantiga (2002)
disebutkan Pura Samuantiga dibangun pada pemerinthan Prabu Candrasangka. Namun,
melihat kronologi pemerintahan raja-rja Bali, tidak ada disebutkan raja Candrasangka.
Yang ada adalah Candrabhayasingha Warmadewa yang disebutkan dlam prasastinya
yang sekarang tersimpan di Pura Sakenan Manukaya Tampaksiring, berisi tentang
pembuatan telaga/pemandian suci yang disebut Tirta di Air Hampul.
Bila nama prabu Candrasangka seperti disebutkan
dalam lontar Tatwa Siwa Purana sama atau nama lain dari raja Candrabhayasinga
Warmadewa seperti disebutkan dalam prsasti Manukaya yang berangka tahun 962
Masehi, dapatlah dikatakan Pura Samuantiga dibangun sezaman dengan Pura Tirtha
Empul yakni sekitar abad ke-10. Hal ini, lanjut Patera, sejalan dengan hasil
penelitian R Goris yang menyebutkan setiap kerajaan pada masa Bali Kuna harus
memiliki tiga pura utama yakni pura gunung, pura penataran dan pura segara (laut).
Pura Tirtha Empul sebagai gunungnya dan Pura Samuantiga sebagai pura
penatarannya.
Patera yang juga Ketua Manggala Paruman Penyungsung
Pura Samuan Tiga meyakini, Pura Samuantiga sudah berdiri sebelum pertemuan
segitiga penyatuan sekte-sekte keagman di Bali. Lantaran, menurut dia, ada yang
menyebut pura ini dengan nama Pura Batan Bwah. “Mungkin pura ini sudah ada
tetapi namanya lain. Karena di pura ini dilaksanakan pertemuan Samuantiga,
untuk mengenangnya, k
emudian pura ini diberi nama Pura Samuantiga,” Patera
menduga.
Pura Samuantiga (www.wisatadewata.com ) |
Yang jelas, dari segi bentuk dan struktur, Pura
Samuantiga memang menggambarkan sebagai pura penataran lazimnya Pura Besakih.
Masyarakat setempat pun kerap menganggap Pura Samuantiga sebagai miniatur Pura
Besakih. Pasalnya, Pura Samuantiga juga dikelilingi pura-pura lainnya di
sekitar pura sebgai pura lawa. Nama pura-pura itu pun mirip dengan nama
pura-pura yang mengelilingi Pura Besakih seperti Pura Bukit terletak di sebelah
timur, Pura Celanggu terletak di sebelah Selatan, Pura Batan Jeruk
(Margabingung) di sebelah Barat, Pura Santrian di sebelah Utara, Pura Pasar
Agung dan Melanting di sebelah Timur, Pura Dalem Puri di sebelah Timur, Pura
Geduh di sebelah Timur dan Tegal Penangsaran di sebelah Timur.
Pura Samuantiga sendiri memiliki 80 pelinggih atau
bangunan suci. Dari segi struktur, pura ini tersusun dari tujuh mandala dengan
struktur yang semakin meninggi ke jeroan. Di mandala pertama berupa jaba pura.
Berikutnya, mandala penataran agung yang memiliki 19 bangunan suci. Mandala Duur
Delod memiliki tujuh bangunan suci.
Karena itu, kata Patera, di Pura Samuantiga dipuja
Tuhan dalam segala manifestasinya. Pujawali atau Karya Agung Batara Turun Kabeh
dilaksanakan setahun sekali pada saat Purnama Jyestha tepatnya pada wara Pasah.
Namun, kalender Bali sudah menunjuk Purnama Kadasa. “Kalau piodalan-nya pada
saat hari Tumpek Kuningan,” imbuh Patera.
Jika ingin lebih jelas sejarah dan asal-asul Pura
Samuantiga ini, Klik Disini !
Post Comment
Post a Comment