Arca Emas Pendharmaan Raja Era Mataram Kuno, Abad Ke-9 |
Sering sekali kita mendengar mengenai Archa atau
pratima yang merupakan hal yang biasa dalam kegiatan keagamaan Hindu, terutama
dalam upacara pujawali, melasti dan abhisekha atau pasupati (melaspas). Dalam
khazanah ritual, agama Hindu memiliki keistimewaan tersendiri bila dibandingkan
dengan agama lainnya terutama agama barat. Agama Hindu bila dilihat secara
kasat mata maka pandangan yang akan diterima sangatlah rumit dan irrasional.
Mengapa hal ini terjadi? Dikarenakan kita tidak mengetahui makna dibalik kegiatan
agama Hindu tersebut. Sangat banyak tidak hanya opini dari agama non-Hindu
namun juga umat Hindu sendiri yang banyak terjebak pada pemahaman secara agama
sastra atau sabda suci. Hal ini wajar terjadi, bisa dikarenakan kurangnya
pendistribusian buku agama, hegemoni agama, penyuluhan dan pembinaaan yang
kurang atau bahkan karena guru agama atau tokoh agama yang berkecimpung di
dalam permasalahan agama tidak memahaminya. Sehingga memiliki makna yang tidak
jelas atau nisbi mengenai hal tersebut.
Atau dikarenakan hegemoni agama, dikarenakan sebagai
minoritas maka kita mengikuti bahkan menyamakan konsep yang ada sehingga
menghilangkan sesuatu yang ada di agama kita. Semua agama berbeda dan mata
dunia melihat dengan berbagai perspektif baik secara holistik, parsial maupun
abstrak. Dalam kasus ini penulis ingin mengangkat sebuah kasus yang selalu
ditemukan dimana saja ketika kita pergi ke sebuah pura atau mandir juga kuil
suci Hindu. Ada banyak perspektif atau sudut pandang yang diterima oleh banyak
umat Hindu saat ini. Penulis ingin membahas mengenai Archa yang merupakan
sesuatu yang terpenting dalam pemujaan dalam agama Hindu karena berkaitan
dengan keyakinan dan pengahayatan beragama.
Ketika penulis datang ke sebuah pura di Rawamangun,
penulis menemukan dua orang berbincang-bincang mengenai Archa di dalam pura
tersebut. Menurut penulis, tema perbincangan tersebut sering dibicarakan,
katakanlah nama mereka Made dan Nyoman. Perbincangan mereka sangatlah menarik
karena berkaitan dengan bagaimana mereka menginterpretasikan Archa sesuai
dengan pemahamannya. Made memiliki pemahaman bahwa Archa Dewi Saraswati
hanyalah sekedar media konsentrasi, agar kita dapat memusatkan pikiran yang
selalu liar agar terikat pada satu objek citra suci, yang memang diciptakan
oleh manusia untuk itu. Namun berbeda dengan Nyoman, ia memiliki pemahaman
bahwa Archa hanyalah sebuah simbol dan berbeda dengan Tuhan yang sulit
dipikirkan dan dilukiskan karena beliau tidak memiliki bentuk.
Mereka membahas dan berdiskusi mengenai hal ini
melalui interpretasi pikirannya sendiri. Begitu juga paradigma yang berkembang
yang memiliki makna yang sama dengan burung garuda ataupun bendera kebangsaan
dengan Archa Tuhan. Begitu juga penafsiran mengenai perbedaan antara foto sang
ayah dengan ayah sendiri. lnterpretasi atau pemberian makna kepada Archa
sangatlah diberikan kebebasan dalam memaknai sesuatu namun bila sesuatu
tersebut berkaitan dengan apa yang disebut sebagai tujuan umat manusia yaitu
Tuhan, kita hendaknya merunut pada pandangan sastra Veda yang merupakan sabda
suci dari Tuhan.
Arca Shivamahadeva |
Tampaknya kita sebagai pemerhati dan calon pengajar
agama Hindu dan akan terlibat dengan berbagai kasus masyarakat membahas
mengenai “Pemujaan Archa” dalam masyarakat Hindu ini benar-benar suatu fenomena
yang dapat memberikan kejelasan pada kasus tersebut, karena pemujaan terhadap
Archa adalah bentuk praktik rohani yang banyak digemakan bahkan disalah
mengerti baik oleh umat non-Hindu bahkan umat Hindu sendiri. Keadaan demikian
sangatlah menyedihkan karena adalah orang-orang Hindu sendiri yang akan
menjelaskan dengan baik, tepat dan benar praktik keagamaan yang telah menjadi
bagian integral dalam masyarakat Hindu sejak jaman yang tak mampu diingat lagi.
Tentunya penjelasan tersebut harus dimengerti sebagaimana seharusnya sehingga
tidak memiliki suatu pandangan yang abstrak sehingga dapat memberikan dampak
yang fatal bagi umat, bukan menurut pengertian terbatas dari paham-paham
non-Hindu yang justru telah dilampaui oleh Maharsi atau Acharya.
Dengan demikian kita harus memiliki pandangan yang
sejalur dengan mereka yang memiliki pengetahuan yang sempurna dalam praktik
ini, bukan dari mereka yang memiliki pengetahuan parsial bahkan dari mereka
yang sedari mula tidak menerima bentuk pemujaan Archa seperti umumnya pengikut
agama Abrahamik. Sebelum memulainya maka kita perlu tahu bahwa apa yang
dikatakan sebagai “patung Hindu” atau “berhala Hindu” oleh mereka yang tidak
mengetahui apa yang dijelaskan menurut sastra suci Hindu,Veda. Bahkan
istilah-istilah yang digunakan sudah menjelaskan hal ini. dalam bahasa
sanskerta, kita memiliki terminologi yang kaya akan menyebutkan suatu ikon atau
benda yang disucikan.
1.
Murti, yang
memiliki pengertian sebagai wujud atau pengejawantahan sesuatu pada benda.
2.
Vigruha, sama
dengan stana atau lingga dari Tuhan dan prabhawa-Nya.
3.
Pratima,
keserupaan.
4.
Rupam, bentuk.
5.
Archa, pusat
dari aktivitas pemujaan yaitu Tuhan sendiri dan dapat berarti sebagai tujuan
dari pemujaan.
Selanjutnya untuk mengetahui hal ini kita juga harus
memahami mengenai pramana atau dasar pembuktian dari kasus ini. ketika kita
menjelaskan suatu praktik dalam agama Hindu, maka kita harus menggunakan sastra
yang menjadi acuan. Adalah sastra-sastra agama yang akan menguraikan kehidupan
ritualistik sehari-hari sehingga tidak ada sudut pandang “nak mulo keto atau
dari dulu sudah demikian”. Dalam pustaka suci pula menjelaskan secara
prosedural dari kegiatan keagamaan Hindu yang menggunakan berbagai sarana baik
dilakukan di pura dan kuil bahkan di rumah.
A. Apa Yang
Dikatakan Agama Sastra Tentang Archa?
Brahma Vishnu Mahesh (www.gangesindia.com ) |
Menurut ajaran-ajaran dari pustaka Agama, Sang Ada
Tertinggi atau Tuhan berada di balik semua konsep duniawi, melampaui semua yang
dikonsepkan dan bersifat mutlak. Tuhan berada diluar jangkauan pikiran manusia.
Namun oleh belas kasih Tuhan Yang Tak Terbatas dan Kekuatan RohaniNya yang tak
dapat dipahami, Tuhan memanifestasikan, mewujudkan, menampilkan Diri-Nya dalam
citra suci yang dibentuk melalui aturan—aturan yang ketat dan sesuai dengan
sastra suci, dikonsentrasikan dan dipuja sesuai prosedur ritual agama Hindu
tersebut. Di dalam konsep ketuhanan Hindu dapat dipahami melalui 5 konsep
yaitu:
1. Para, bentuk tertinggi atau transenden dari Tuhan
beserta kemuliaannya yang tak terbatas.
2. Vyuha, bentuk ekspansi atau perluasan dari Tuhan,
contohnya Vasudeva, Sankarsana, Pradyumma, Aniruddha.
3. Vaibhava, perwujudan Tuhan sebagai
awatara—awatara yang memiliki misi untuk menegakan dharma.
4. Antaryami, Tuhan bersemayam dan meresapi segala
ciptaan-Nya, sebagai objek meditasi.
5. Archa, Tuhan memasuki substansi yang menjadi
objek pemujaan.
Dari konsep di atas jelas walaupun Tuhan Transenden,
tak terpikirkan dan terlukiskan, namun Tuhan dapat distanakan di dalam Archa
atau Pratima untuk menerima pengabdian suci dari penyembah-Nya dan
menganugerahkan mereka anugerah. Citra suci merupakan manifestasi sebagai Tuhan
di bumi yang merupakan objek dan titik pusat pemujaan yang sungguh-sungguh
hadir dihadapan para penyembah. Bagaimana kita dapat memahami doktrin kebenaran
tersebut? Pertama, Tuhan Hindu adalah Maha Ada, Meresapi Segalanya, Maha Tahu
dan Maha Sakti (Omnipresent, Omniscient dan Omnipotent).
Tidak ada
sesuatu apapun di dunia ini yang melebihi kekuatan Beliau. Pada saat Citra suci
di Abhisheka atau prana pratistha (dipasupati) dengan mengikuti aturan yang ada
pada sastra dengan tepat dan benar, Tuhan dimohonkan hadir dalam Archa
tersebut. Kedua, Tuhan merupakan saksi bathin yang mengetahui semua pikiran dan
hati nurani manusia dan Tuhan pastilah akan membalas perasaan cinta kasih
manusia kepada-Nya. Hubungan antara pemuja dan yang dipuja berlangsung dengan
berbalas-balasan bukan hanya satu arah. Dengan memperhatikan hal ini maka
dengan sebagian kecil dari kekuatan—Nya yang tak terbatas. Konsep ajaran ini
dengan demikian merupakan suatu representasi unik yang tiada duanya dan
dimiliki secara khusus sampai saat ini hanya oleh masyarakat Hindu. Contohnya
pada waktu upacara pujawali, melasti, abhiseka atau prana pratistha (pasupati).
B. Memahami
Perumpamaan Secara Jelas Dan Benar
Lord Vishnu with Bhudevi and Sridevi (www.gangesindia.com ) |
Archa tidak hanya memiliki makna simbolis, yang
memiliki makna suci atau sakral untuk pemujaan akan tetapi Archa adalah wujud
Tuhan sendiri di Bumi. Ada beberapa interpretasi seseorang terhadap Archa yang
sehingga memiliki multi tafsir yang dapat menyebabkan makna yang keliru terhadap
pemaknaan Archa. Contohnya, Archa merupakan suatu bentuk yang dipikirkan oleh
seseorang sebagai media pemujaan, seperti halnya bendera kebangsaan yang harus
dihormati.
Dengan menganggap bahwa Archa hanya sekedar symbol
dan itu berbeda dengan Tuhan Yang Tak Terpikirkan dan Terlukiskan. Dan berpikir
bahwa semua bangsa di dunia ini mencintai dan menghayati bangsanya, tetapi
cobalah bertanya, bagaimana wajah bangsanya? Tidak seorangpun dapat
menggambarkannya Karena itulah membuat symbol sebagai representasi bangsanya
yang besar. Pemahaman seperti ini sesungguhnya haruslah diluruskan dengan
mengacu pada sastra yang ada yaitu : Bhagavata Purana 10.40.7 “Yajanti tvam
maya vai bahu murtyeka murtikam, meskipun Tuhan mewujudkan diri dalam berbagai
macam rupa dan bentuk, tetapi Anda tetap satu tiada dua, dan kami hanya
menyembah diri-Mu saja”. Juga dalam Bhagavad Gita 4.6 “ajo pisan avyayatma
bhutanam isvaro pisan, prakrtiim svam adhistanaya sambhavamy atma mayaya, walaupun
Aku tidak dilahirkan, abadi dan penguasa segala makhluk, namun dengan
menundukan prakrti-Ku sendiri, Aku mewujudkan diri-Ku melalui kekuatan maya-Ku”
dan Bhagavad Gita 4.9 ‘janma karma ea me divyam, kelahiran dan kegiatan-Ku
sepenuhnya adalah rohani”. Maka jelas Tuhan memiliki wujud rohani yang tidak
dapat dibayangkan, dipikirkan bahkan dilukiskan, namun hanya melalui kehendak
Beliau seseorang dapat melihat wujud rohani Tuhan
walaupun hanya sebagian dari kemuliaan dan kebesaran-Nya sesuai kemampuan
seseorang yang ditunjang bhakti yang murni. Seperti Arjuna., Narada Muni,
Vyasaveda dan acharya lainnya.
Dalam pembuatan Archa pun digunakan bahan-bahan yang
dibenarkan oleh sastra, yaitu:
1. Arca terbuat dari kayu.
2. Arca terbuat dari logam (emas, perak, tembaga,
dsb).
3. Arca terbuat dari tanah lihat.
4. Arca terbuat dari kain dan cat.
5. Arca terbuat dari pasir.
6. Arca terbuat dari batu.
7. Arca terbuat dari permata, dan
8. Arca yang dibayangkan dalam pikiran (Bhagavata
Purana 11.27.12).
Masalahnya adalah bila perumpamaan bendera atau
burung garuda disamakan dan dijadikan tolak ukur untuk jawaban seperti itu
sangatlah dapat memberikan makna yang kering sehingga rasa bhakti dan keyakinan
pun kering, sehingga memaknai Archa hanya sebagai media konsentrasi atau simbol
seperti bendera.
Mengenai pemikiran bahwa Tuhan tidak dapat
diwujudkan atau tidak memiliki wujud dan tidak dapat digambarkan, maka hal ini
bertentangan dengan kebesaran Tuhan Yang Maha Sempurna (Isha Upanisad, mantra
pembuka juga Bhagavad Gita 10.10). Wujud Tuhan dalam Archa bukan dibentuk oleh
sesuai angan-angan pikiran si pembuat, akan tetapi wujud tersebut ada dalam
relung hati para Maharsi dan Acharya atau Alwar yang telah mengalami anubhavam
(mengalami secara langsung menyatakan kesetujuan untuk memperlihatkan diri-Nya)
seperti, Godai Devi, Haridasa Thakura, Narsi Mehta, Tulsidas, Appaya Diksitar,
Kanaka Dasa dan lainnya. Murti sama dengan Tuhan, karena merupakan wahana
ekspresi dari mantra Chaitanya yang merupakan Dewata (Sivananda Svami, 2003).
Umat Hindu yang mematuhi aturan-aturan Veda dan
Agama dilarang keras untuk mengimajinasikan, menghayalkan, atau membuat sesuatu
untuk kemudian dipuja tanpa mengikuti aturan atau prosedural sabda suci Veda.
Di atas itu semua Tuhan sendiri telah menurunkan svayam-murti, citra suci yang
tidak dibentuk oleh makhluk fana apapun, diberbagai tanah suci Hindu. Semua
rupa dengan berbagai posisi, duduk, berdiri, berbaring telah diwujudkan oleh
Tuhan sendiri sebagai model untuk pembentukan murti-murti berikutnya. Bahkan
Tuhan juga hadir dalam wujud yang penuh dengan satyam, sivam dan sundaram.
Seperti di Gandaki-sila yang ada di Thirucchalagramam-Nepal, Daru-Brahman di
Jaganatha Puri-Orissa, Sri Rangam dan Srinivasa di Tirupati serta sebagainya.
Sumber Klik Disini
Post Comment
Post a Comment