Ogoh-Ogoh (commons.wikimedia.org) |
Pada saat H-1 Hari Raya Nyepi hampir seluruh banjar
di Bali kini sibuk membuat ogoh-ogoh, banjar-banjar di Desa Pakraman Renon,
Denpasar malah sepi. Memang, warga di desa ini memang berpantang membuat ogoh-ogoh.
Konon, saban kali dibuat, ogoh-ogoh di desa ini hidup.
Cerita yang berkembang di kalangan masyarakat
setempat, setiap kali membuat ogoh-ogoh, selalu saja ogoh-ogoh yang dibuat
hidup. Oleh karenanya, warga Renon menganggap membuat atau pun mengarak ogoh-ogoh
sebagai suatu hal yang bisa menimbulkan bencana bagi daerahnya. Saat pertama
kali ogoh-ogoh diperkenalkan di Bali sebagai pelengkap malam pengerupukan
menjelang Nyepi, warga Renon juga ikut membuat ogoh-ogoh. Saat itu, Banjar
Tengah membuat ogoh-ogoh berwujud babi.
Namun, beberapa jam sebelum pengarakan ogoh-ogoh
dimulai yakni saat Ida Bhatara masineb di Bale Agung setelah nyejer selama tiga
hari sejak pelaksanaan melis, tiba-tiba saja penari Baris Cina yang merupakan
tarian sakral warga Renon kerauhan. Pada saat yang sama muncul kegaduhan di
banjar-banjar yang membuat ogoh-ogoh.
Banyak warga melihat wujud ogoh-ogoh itu hidup.
Seperti wujud babi hidup menjadi babi dan wujud ular hidup menjadi ular
sehingga membuat para pengaraknya takut. Saat itulah muncul pamuwus (pawisik)
dari Ida Batara melalui para penari Baris Cina yang kerauhan bahwa Renon tidak
boleh membuat ogoh-ogoh. Ida Batara tidak berkenan di wilayah Desa Renon
terdapat boneka raksasa itu.
Meski begitu, beberapa tahun yang lalu ada sekelompok
warga Renon yang mencoba-coba membuat ogoh-ogoh. Pembuatan ogoh-ogoh ini
dilakukan secara berkelompok di luar organisasi banjar atau sekaa teruna (ST).
Tak dinyana, ogoh-ogoh itu juga hidup. Karenanya, ogoh-ogoh itu tidak jadi
diarak berkeliling desa tetapi langsung dibakar. Mereka takut terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan jika ogoh-ogoh itu tetap diarak.
Kejadian terakhir itu makin menguatkan keyakinan
warga Renon untuk tidak lagi mencoba-coba membuat ogoh-ogoh, meskipun di
desa-desa lain warganya menikmati kemeriahan dan megehan ogoh-ogoh. Bila pun
punya keinginan untuk menyaksikan ogoh-ogoh, warga Renon akan datang ke desa
lain untuk sekadar menonton. Pantangan membuat ogoh-ogoh itu sendiri tidak
tercantum dalam awig-awig tertulis Desa Pakraman Renon. Pantangan ini hanya
berupa aturan tidak tertulis yang sudah dipahami dan dimaklumi warganya. Tak
jarang aturan tidak tertulis jauh lebih kuat meresap di benak warga ketimbang
aturan tertulis, seperti dilansir Balisaja.com.
Post Comment
Post a Comment