Pura Silayukti, Pesraman Ida Mpu Kuturan |
Sejarah peradaban Bali memang berutang besar kepada
Mpu Kuturan. Dialah yang menjadi arsitek penting konsep desa pakraman,
kahyangan tiga serta bangunan suci
berbentuk meru yang kini mewarnai wajah Bali. Terbukti kini, pemikiran
visioner-cemerlang sang empu menjadikan Bali sebagai pulau mungil yang
bernuansa sosial-religius kental.
Menyebut Mpu Kuturan, kita juga tak bisa mengabaikan
keberadaan Pura Silayukti di Teluk Padang yang kini dikenal dengan nama
Padangbai. Di kawasan bukit yang oleh orang-orang Padangbai dikenal dengan nama
Gunung Luhur itulah pernah menjadi pasraman Mpu Kuturan. Boleh jadi, perenungan
mendalam sembari menyambut kehangatan sang mahacahaya di pagi hari di tempat
inilah yang membuahkan konsep visioner Mpu Kuturan dalam menata Bali.
dwimistyriver.wordpress.com |
IB Gde Agastia dalam buku Wija Kasawur menyebut
silayukti berarti ‘tingkah laku yang benar dan baik’. Dan memang, di Gunung
Luhur itulah Mpu Kuturan melakoni perilaku hidup mendasar yang mulia dan benar.
Dalam Dwijendra Tattwa disebut-sebut Raja Gelgel,
Dhalem Waturenggong memerintahkan Ki Gusti Penyarikan untuk mengantarkan
Danghyang Nirartha beristirahat di pasraman Mpu Kuturan di Silayukti. Sejarah
kemudian mencatat, selain sebagai purohita kerajaan Gelgel, Danghyang Nirartha
juga menjadi arsitek bangunan suci padmasana sebagai tempat pemujaan keesaan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Konsep ini sejatinya sudah termaktub dalam konsep
trimurthi rekaan Mpu Kuturan.
Pura Silayukti hingga tahun 1931 masih berupa satu
bangunan suci bebaturan. Baru setelah pemerintahan kolonial Belanda, pelinggih
untuk memuja Mpu Kuturan diganti dengan meru tumpang tiga yang masih terjaga
sampai sekarang. Selain itu juga dibangun sejumlah pelinggih pesimpangan
seperti pasimpangan Batara Lempuyang Luhur (Iswara), pasimpangan Batara Pura
Dasar Bhuwana Gelgel, pesimpangan Batara di Besakih (Putranjaya/ Siwa-Mahadewa),
penyawangan ke Pura Lempuyang Madya, pesimpangan Batara di Andakasa serta
gedong sthana Batara Mahadewa. Bangunan suci lainnya, manjangan sakaluang
sebagai peninggalan Mpu Kuturan, gedong rong dua (kamimitan Empu Pascika),
padmasana, serta gedong betel (Batara Manik Angkeran) serta meru tumpang dua
(Ratu Pasek). Belakangan, Pura Silayukti juga mengalami pembenahan, terutama
pada bagian tembok penyengker serta candi bentar yang tampak lebih megah dari
sebelumnya.
Umat Hindu melakukan upacara agama (ifogovillage.ning.com) |
Di dalam kawasan Bukit Silayukti juga terdapat Pura
Tanjung Sari serta Pura Telaga Mas. Pura Tanjung Sari terletak di ujung selatan
kaki bukit, agak menjorok ke laut, sekitar 100 meter dari Pura Silayukti. Pura
ini diyakini sebagai tempat pemujaan Mpu Baradah.
Memang, Mpu Baradah pernah datang ke Bali sebagai
utusan Raja Airlangga untuk bertemu Mpu Kuturan. Raja Airlangga meminta agar
salah seorang putranya bisa diangkat menjadi raja di Bali. Permintaan ini
ditolak oleh Mpu Kuturan dengan alasan Bali mesti tetap diperintah dari dinasti
Warmadewa yakni Anak Wungsu yang juga masih merupakan adik bungu Airlangga.
Kedatangan Mpu Baradah ke Bali dikenang dengan piodalan di Pura Tanjung Sari
saban Buda Kliwon Wuku Matal.
Sementara Pura Telaga Mas berada di sisi utara,
bersebelahan dengan Pura Silayukti. Pura ini diyakini sebagai tempat permandian
Mpu Kuturan. Di sini hanya terdapat bangunan gedong dan bebaturan. Pengempon
pura ini kini Desa Adat Padangbai yang memiliki tiga banjar dengan sekitar
700-an kepala keluarga (KK).
Sumber Klik Disini
Post Comment
Post a Comment