DUMAI - Umat Hindu Bali tidak hanya
mempunyai hari khusus untuk memperingati tentang arti penting pangan tetapi
juga mempunyai hari peringatan tentang arti penting sandang. Hari sandang versi Hindu
Bali itu yakni Sabuh Mas.
Masyarakat Bali awam pada umumnya, biasa
menyebut Sabuh Mas sebagai hari pawetonan emas. Hari Sabuh Mas dirayakan setiap
Anggara Wage Wuku Sinta atau sehari setelah hari Soma Ribek.
Menurut Dra.
Ni Made Sri Arwati dalam buku Upacara
Upakara Agama Hindu Berdasarkan Pawukon,
hari Sabuh Mas merupakan hari baik untuk memuja Dewa Mahadewa, manifestasi
Hyang Widhi sebagai penguasa segala
kekayaan berupa mas, manik dan mutu manikam.
Wayan Budha
Gautama dalam buku Rerahinan: Hari
Raya Umat Hindu juga memaknai hari Sabuh
Mas sebagai hari pesucian Ida Sang Hyang Mahadewa, meyogakan umat untuk
mendapatkan jenis sandang (busana), mas permata dan perhiasan lainnya. Saat
hari Sabuh Mas, umat Hindu harus
menjalankan perilaku yang baik. Jangan mengabaikan jenis sandang serta
perhiasan emas permata yang merupakan hak milik sendiri atau keluarga. Itu
hendaknya dipelihara dengan baik.
Dalam lontar Sundarigama, salah satu teks
tradisional yang menjadi rujukan penting pelaksanaan ritual hari-hari raya
Hindu di Bali disebutkan Sabuh Mas
sebagai hari untuk memuliakan raja brana,
mas, manik dan sarwamule ratna manik. Sesaji yang dihaturkan pada
hari Sabuh Mas meliputi suci, daksina, pras penyeneng, sesayut
amertha sari, canang lenga wangi, burat wangi, reresik, dan tadah pawitra.
Tempat upacaranya di piyasan, pesambyangan atau sejenis dengan itu di
sanggah atau pemerajan.
Saat hari Sabuh Mas manusia diamanatkan untuk
menyucikan laku diri dan tidak merasa takabur dengan kesenangan yang bersifat
kebendaan. Yang utama adalah memuliakan ratna mutu manikam yang ada dalam diri
yakni jiwa kita sendiri.
Lain lagi
pendapat penulis buku-buku agama Hindu, Drs. IB Putu Sudarsana, MBA, M.M.
Menurut Ketua Yayasan Dharma Acarya ini, hari Sabuh Mas sejatinya merupakan hari turunnya sinar suci Sang Hyang
Widhi dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Rudra untuk menganugerahkan
kekuatan kewibawaan atau kharisma kepada semua makhluk di dunia khususnya
manusia. Hanya saja, memang, sarana upakara-nya menggunakan emas sebagai
simbolnya.
“Bukan
berarti saat hari Sabuh Mas umat
Hindu memohon ke hadapan Sang Hyang Widhi agar dianugerahkan emas
sebanyak-banyaknya,” kata Sudarsana.
Sudarsana
kemudian menguraikan kata sabuh berasal
dari kata ‘tabuh’ yang diartikan
‘turun’ atau ‘anugerah’. Sementara mas berasal
dari kata maskwindeng yang artinya
‘kewibawaan’. Dengan demikian, menurut Sudarsana, manusia hidup di dunia perlu
memiliki kewibawaan atau kharisma, terutama dalam memimpin, baik memimpin
dirinya sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsanya, seperti dilansir Balisaja.com , Rabu
(10/8).
Post Comment
Post a Comment