MALANG, DUMAI - Sementara itu, menurut Jero Mangku I Wayan Swarsana,
tokoh umat Hindu sekaligus juru kunci di Pasraman Sang Hyang Aji Pasupati, area
'pasraman' yang ada candi Jejawar itu, adalah tempat suci untuk berkomunikasi
dengan Tuhan yang kuasa.
"Tempat sembahyang para maha guru maha resi.
Tempat sucinya di sini, di Candi Jejawar ini," kata dia sembari
menunjukkan reruntuhan Candi Jejawar tersebut.
Untuk menjadi "orang suci", supaya segala
permintaannya dikabulkan oleh Tuhan, kata Mangku I Wayan, terlebih dahulu
dilakukan penyucian diri dari segala perbuatan tidak baik dan terus melakukan
meditasi (yoga) menyambungkan diri kepada Tuhan yang suci.
"Begitu upaya yang dilakukan para maha resi,
mpu, yang ada di nusantara serta para raja-raja di Jawa, sebelum Nusantara itu
terbentuk. Candi Jejawar ini, tempat suci berkumpulnya para maha resi, setelah
membangun Candi Borubudur dan Candi Dieng," kata dia.
(Kompas.com) Reruntuhan Candi Jejawar, di Kabupaten Malang, Jawa Timur, yang diyakini oleh umat Hindu sebagai tempat suci para leluhur raja-raja dan maha resi serta Mpu yang membabad tanah jawa. |
Berdasarkan sejarah Babad Tanah Jawa, katanya, di
Candi Jejawar itulah para maha resi, leluhur para raja Jawa dan mpu,
bersembahyang. "Sang Hyang Aji Pasupati, yang memimpinnya. Beliau itu
pimpinan dari pandita-pandita di tanah Jawa," kata pria yang sudah 12
tahun menjaga candi Jejawar itu.
Saat itu, Sang Hyang Aji Pasupati, memimpin 16
pandita, yang bertugas merintis tanah Jawa. "Dalam sejarahnya, Candi
Jejawar adalah stana Dukuh Ampel Gading atau Sang Hyang Aji Pasupati. Cikal
bakal leluhur raja-raja tanah Jawa dan Kutai," kata dia.
Dalam lontar Raja Purana Sesana Candi Supralingga
Bhuwana dan lontar Kutarakanda Dewa Purana Bangsul disebutkan, bahwa pada saat
Balidwipa (Bali) dan Silaparangdwipa masih dalam keadaan labil, Sang Hyang Aji
Pasupati memerintahkan Sang Badawangnala, Sang Ananthaboga, Sang Naga Basukih
dan Sang Naga Taksaka untuk memindahkan bagian dari Gunung Semeru dari
Jawadwipa ke Balidwipa.
"Setelah tanah Bali stabil, barulah Sang Hyang
Aji Pasupati menurunkan tiga putranya, yakni Hyang Gni Jaya, yang berstana di
Gunung Lempuyang, Hyang Putranjaya berstana di Gunung Agung dan Hyang Dewi
Danuh berstana di Gunung Batur," kata dia.
Ditemukannya 'pasraman' yang menjadi tempat suci
Sang Hyang Aji Pasupati berawal dari seorang Pandita bernama Ida Pandita Mpu
Nabe Dwi Prama Dharma dari Desa Manggis, Kecamatan Amplapura Bali yang
menderita sakit ajaib, seperti dipukul-pukul secara gaib yang dirasakan di
sekujur tubuhnya.
"Karena sakit yang tak sembuh-sembuh, beliau
menjalani semedi. Dalam semedinya beliau didatangi Sang Hyang Aji Pasupati,
yang memerintahkan Ida Pandita untuk memuja dengan menggunakan Siwa Krana. Dari
banyak semedi yang dilakukan, didapat pentunjuk melalui gambar gambar pelinggih
yang ada di lereng selatan Gunung Semeru," kata dia.
Dari petunjuk tersebut kisah I Wayan, ditemukan
'pasraman' yang di dalamnya terdapat Candi Jejawar tersebut pada tahun 1967
lalu. "Yang tinggal di sini, jika dizinkan akan jadi raja. Jika tidak
dizinkan tak akan jadi raja, resi dan mpu. Jejawar artinya "tanah yang
maha agung". Semoga lokasi ini nantinya, bisa steril dari sikap yang tidak
suci. Nanti akan kita ditanami pohon cemara sedikit demi sedikit di sini,"
kata dia.
I Wayan juga menegaskan, bahwa reruntuhan candi
Jejawar itu, bukan sebuah makam. Karena, selama ini banyak kalangan yang salah
tafsir. "Tapi tempat suci Sang Hyang Aji Pasupati, yang buka Nusantara
ini. Tapi, tempat ini bukan hanya untuk umat Hinda. Tapi untuk seluruh
umat," kata dia.
Namun, dia menyarankan, jika akan masuk ke area
'pasraman' tersebut, harus dalam kondisi harum, sudah mandi, badan dalam
kondisi suci. "Karena ini memang tempat suci. Khusus ritual. Jika bukan
untuk ritual, saya yakin akan ada peringatan dari yang maha kuasa," tegas
dia.
Post Comment
Post a Comment