Ilustrasi Ngaben (indonesiawow.com) |
SEMARAPURA, DUMAI
- Warga Banjar Lekok, Desa Adat
Sampalan kembali menggelar tradisi ngaben anyar, Senin (1/9). Pelaksanaan
tradisi ini cukup unik, di mana mayatnya digarap terlebih dahulu, sebelum
dilanjutkan pada tahap pengabenan selanjutnya.
Bendesa Gede Desa Adat Sampalan, Ketut Sujana
mengatakan upacara ngaben anyar ini berlangsung tidak seperti biasanya. Ketika
seorang tokoh masyarakat atau warga dengan status sosial lebih tinggi
meninggal, mereka akan diaben, melalui tradisi ngaben anyar. Namun,
pelaksanaannya kembali tergantung juga dengan situasi kondisi ekonomi keluarga.
Desa Sampalan terdiri dari 16 banjar. Tradisi ngaben
anyar ini masih dilestarikan warga setempat. Jika biasanya ngaben lazimnya
jenasahnya langsung dibakar, namun pada ngaben anyar jenasahnya justru digarap
lebih dulu. Sujana menegaskan, proses pengabenannya menggunakan sistem patus,
yang artinya semua warga turun melakukan proses upacara pengabenan.
“Kalau ngaben
anyar yang ini, menggunakan sistem patus intern. Artinya, yang dilibatkan hanya
di internal keluarga. Namun, warga lainnya juga ikut membantu persiapannya,”
jelasnya seperti dilansir Balipost.com, Selasa (2/9).
Perbedaan ngaben anyar, dibandingkan dengan prosesi
ngaben pada umumnya, terletak saat proses ngarap. Usai jenazah diserahkan
kepada warga, warga mengarak jenazah itu di depan rumah duka. Prosesi ini
berlangsung menegangkan. Apalagi, ketika jenasahnya mulai dimasukkan wadah
pengabenan. Saat itu, terjadi aksi saling tarik menarik antar warga.
Warga yang diaben dengan ngaben anyar ini adalah
almarhum Ni Ketut Ribek, istri dari Klian Banjar Lekok, Sampalan Klod Nyoman
Badung. Dia meninggal empat hari lalu karena faktor usia dan komplikasi penyakit
dalam.
Post Comment
Post a Comment