Pemangku memercikan Tirta pada satwa saat Tumpek Kandang di Bali Zoo, Gianyar, Bali(www.tempo.co) |
DENPASAR, DUMAI- Masyarakat
Bali khususnya umat Hindu telah mewarisi beragam seni budaya, termasuk tradisi
dalam menjaga dan melestarikan alam, menjaga keseimbangan ekosistem demi
mewujudkan hubungan yang harmonis dan serasi sesama umat manusia, alam dan
Tuhan yakni Tri Hita Karana.
Khusus untuk menghormati jasa hewan piaraan dan
jenis binatang lainnya yang selama ini mampu memberikan kesejahteraan kepada
umat manusia diperingati oleh agama Hindu setiap 210 hari sekali disebut Tumpek Kandang (Tumpek Uye), tutur Ketua Program Studi Doktor Ilmu Agama
Pascasarjana Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, Ketut Sumadi seperti
dilansir antarabali.com, Sabtu (9/8).
Perayaan ritual untuk menghormati binatang/hewan
piaraan seperti sapi, babi, ayam, burung maupun “koleksi” kera di sejumlah
objek wisata di Pulau Dewata dilakukan pada Sabtu (9/8).
Pada hari yang istimewa bagi binatang piaraan itu
menghaturkan sesajen, rangkaian janur kombinasi, bunga, kue dan buah di
masing-masing kandang milik peternak, baik di ladang, sawah, maupun di
pekarangan rumah.
Kegiatan ritual pada Tumpek Kandang merupakan korban suci untuk semua jenis binatang yang
hidup di alam semesta. Semua itu bertujuan untuk memberikan kesucian terhadap
binatang agar mampu memberikan kesejahteraan bagi umat manusia.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia kerap kali
mengonsumsi daging yang bersumber dari hewan dan binatang, hal ini akan
berpengaruh pada tabiat, sifat dan karakter manusia.
Oleh sebab itu, pada hari Tumpek Kandang, umat manusia hendaknya dapat menyucikan diri untuk
menetralisir kekuatan-kekuatan binatang dalam diri. Perayaan Tumpek Kandang juga dapat dipandang
sebagai rasa terima kasih dan rasa syukur umat Hindu Bali kepada Sang Pencipta
yang telah menciptakan flora dan fauna untuk kesejahteraan umat manusia.
Post Comment
Post a Comment