Ketum Parisada Hindu Dharma Indonesia, Sang Nyoman Suwisma (merdeka.com/dok) |
DUMAI- Bangsa Indonesia kini telah berusia 67 tahun
setelah merdeka tetapi di negeri dengan asas Bhinneka Tunggal Ika ini,
penghormatan terhadap penganut agama minoritas masih kurang. Menurut Sang
Nyoman Suwisma, Ketua Umum Parisada
Hindu Dharma Indonesia (PHDI), bagi kelompok tertentu keberagaman belum
dimaknai sebagai keistimewaan yang harus dihormati. Sebaliknya, perbedaan itu
dipakai dalih menekan kelompok minoritas. Itulah yang masih dirasakan oleh
penganut Hindu.
Laporan saya terima dari beberapa daerah, ada
penganut agama hindu mengurus KTP, tapi kecewa karena setelah KTP jadi,
ternyata ditulis beragama lain, kata dia seperti dilansir Merdeka.com, sabtu (12/4).
Di beberapa daerah, rupanya pembuatan KTP masih
sangat tergantung keyakinan apa yang dianut oleh penguasa di daerah itu. Bentuk
perlakuan tidak adil lain, di beberapa daerah umat Hindu masih belum berani
membuat rumah-rumah ibadah berukuran besar.
Mereka masih merasa ketakutan. Andai ada, dia
melanjutkan, rumah ibadah itu berada di pojok-pojok kantor koramil dan
kepolisian. Bahkan ketika masih berdinas sebagai tentara, dia juga sempat tidak
terpilih menjadi Jenderal Pasukan Khusus (Kopassus) pada 1998, menggantikan
Prabowo Subiyanto saat itu.
Alasannya sangat tidak profesional karena agama
Hindu yang saya anut, ucapnya. Dengan demikian, ia melanjutkan, kerukunan antar
umat beragama di Indonesia masih dalam perjalanan menuju lebih baik. Berikut
penuturannya:
Bagaimana
pendapat Anda tentang kerukunan beragama di Indonesia?
Saya kira kerukunan beragama di
Indonesia saat ini masih dalam proses menuju lebih baik. Proses, karena belum
sepenuhnya saling menghormati antar keyakinan. Ini bisa kita lihat masih ada
pertentangan dalam hal agama, bahkan aliran-aliran dalam satu agama masih
bertikai.
Semestinya dalam kehidupan bernegara bukan lagi
menunjukkan itu. Namun, bagaimana timbal balik dari keyakinan yang selama ini
kita anut dan percayai, seperti kehidupan penuh kasih sayang, saling
menghormati. Kami dalam agama Hindu memiliki tiga hal harus dihindari, pertama
menghindari pikiran buruk, kemudian bicara kasar dan jelek, dan tindakan buruk.
Apakah umat
Hindu pernah menjadi korban kekerasan?
Umat Hindu di Indonesia jumlahnya kurang
lebih 10 juta, tersebar di 31 provinsi. Mulai dari Papua, Sulawesi, Lampung,
Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Bali, dan daerah lainnya. Tugas saya
sebagai pengurus Parisada Hindu, membuat saya makin sering melakukan kunjungan
ke daerah-daerah, baik itu tugas organisasi untuk kerohanian atau sekadar
mampir.
Saya pernah mendapat laporan dari umat
saya di beberapa daerah. Karena jumlah mereka kecil, di beberapa tempat ada
yang belum mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara. Misalnya, ketika
membuat KPT. Padahal dia sudah mengaku saya hindu, tapi di KTP justru ditulis
beragama lain, tidak sesuai keyakinan pembuat KTP.
Ternyata masih
ada hal seperti itu?
Iya. Buktinya, itu saya temukan langsung
di lapangan, saat kunjungan di Toraja, Sulawesi Selatan. Saya langsung bertemu
orangnya. Saya tidak mau berkomentar lebih tentang hal itu dan media juga
jarang memberitakan itu. Silakan cek dan lihat sendiri.
Kami pemeluk Hindu di Indonesia dirugikan
untuk ukuran jumlah. Ternyata data yang ada untuk jumlah pemeluk Hindu tidak
bisa dikatakan valid. Itu adalah bentuk pemaksaan keyakinan identitas meski
hanya dalam bentuk tulisan di KTP.
Bagaimana dengan
diskriminasi politik?
Silakan lihat sendiri. Tapi ini menarik, ini saya
rasakan sebagai anggota militer (dia berdiri, pamit masuk rumah mengambil buku
berjudul Bersaksi di Tengah Badai, yang ditulis Wiranto). Silakan baca buku
ini. Saya sempat tidak terpilih menjadi Jenderal Pasukan Khusus (Kopassus) pada
1998 karena alasan sangat tidak profesional. Karena saya beragama Hindu.
Menurut Anda,
perhatian pemerintah kepada umat Hindu semakin baik?
Saya kira belum. Ini kalau kita lihat
dengan perhatian-perhatian beberapa agama lain di Indonesia. Demian juga dengan
perlakuan yang diterima oleh pemeluk Hindu. Padahal, makna Bhinneka Tunggal
Ika, mayoritas melindungi minoritas. Mereka harus bebas menjalankan ibadah dan
lain-lain.
Di komunitas Hindu Bali saya tidak
pernah mengeluhkan hal ini. Saya katakan kepada mereka, meski penganut Hindu di
Bali mayoritas, bukan berarti kita bisa semena-mena terhadap minoritas. Kita
memiliki tugas melindungi minoritas. Pastikan kenyamanan dan keamanan mereka
menjalankan keyakinan agama mereka.
Bali di kenal
sebagai pusat umat Hindu di Indonesia, apakah dengan banyaknya tamu asing
membuat pergeseran nilai-nilai religinya?
Pergeseran-pergeseran itu selalu ada
tiap zaman. Namun, kita harus memiliki strategi menghadapi setiap perubahan.
Hal itu sudah kita bicarakan dengan komunitas Hindu, namun setiap perubahan
akan dilakukan harus tetap berpegang teguh pada kitab suci Weda.
Demikian juga ajaran-ajaran menghormati
resi dan guru harus tetap kita tonjolkan. Merekalah yang diberikan ilham oleh
Sang Hyang Widi Wase.
Profil Sang
Nyoman Suwisma
Nama :
Mayor Jenderal TNI (Purn.) Sang Nyoman Suwisma
Tempat/Tgl Lahir :
Bangli, 10 Mei 1941
Agama
: Hindu
Alamat : Jl. Kalisari Raya II, LAPAN, Nomor 5/6, RT
013/RW 001, Kelurahan Pekayon, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur
Pendidikan akhir :
Akademi Militer (Akmil), Magelang (Lulus 1971)
Status :
Menikah
Istri
: Ir. Rataya B. Kentjanawathy
Anak :
tiga orang putra
Jabatan dan Karir
1. Pernah menjabat sebagai Instruktur Akmil (1974)
2. Komandan Kompi Parako, Komando Pasukan Khusus
(Kopassus) (1974)
3. Wakil Komandan Kopassus (1994)
4. Komandan Korem 043/Garuda Hitam, Lampung
(1994-1996)
5. Komandan Sekolah Calon Perwira Tentara Nasional
Indonesia-Angkatan Darat (TNI-AD), Bandung (1996)
6. Panglima Divisi I Komando Cadangan Strategis TNI
Angkatan Darat (Kostrad) (1997)
7. Panglima Komando Daerah Militer (Kodam)
VI/Tanjung Pura (1998)
8. Kepala Staf Kostrad (1999)
9. Asisten Teritorial Kepala Staf TNI Angkatan Darat
(KASAD) (2000)
10. Asisten Teritorial Kepala Staf Umum (Kasum) TNI
(2001)
11. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia (DPR RI) Fraksi TNI/Polri, Komisi I (2003)
12. Direktur Utama (Dirut) Televisi Pendidikan
Indonesia (TPI) (2005)
13. Komisaris Global TV (2005)
14. Kzmisaris PT. Gajah Tunggal (GT Group, Jakarta)
(2005)
Pengalaman organisasi kemasyarakatan
1. Pengurus Besar Persatuan Judo Seluruh Indonesia
(19881990)
2. Ketua Umum Panitia Dharma Santi Nasional di Candi
Prambanan (2000)
3. Pengurus Besar Payung Federasi Aero Sport
Indonesia (PB FASI) (19972001)
4. Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Tinju Amatir
Indonsia (PB Pertina) (20032007)
5. Ketua Umum Mahasabha Parisada Hindu Dharma
Indonesia (PHDI) IX di Jakarta (2006, 2007)Sumber
Post Comment
Post a Comment