Ilustrasi pertanian di Bali |
Rendahnya ketahanan pangan Indonesia, termasuk Bali,
terus menyeruak. Tingginya impor pangan tidak saja menunjukkan ketergantungan
pada produk pangan asing, tetapi menelanjangi kebobrokan pengelolaan Negara
yang justru kerap disebut paling subur di dunia ini.
Dari perspektif tradisi Bali, inilah buah kutukan
Dewi Sri karena ketidakpedulian pada anugerah melimpah Ibu Bumi. Peringatan
mengenai kutukan Dewi Sri secara tersirat terselip dalam mitologi hari suci
Soma Ribek yang diperingati manusia Bali saban Soma Pon wuku Sinta, Senin, 14
Januari 2013 besok.
Awam kerap memaknai Soma Ribek hari penegdegan
Batara Sri. Penulis buku-buku agama Hindu, Drs. IB Putu Sudarsana, MBA., M.M.,
dalam bukunya, Acara Agama menyatakan pada hari Soma Ribek Dewi Sri
menganugerahkan amertha tri upa boga yaitu berupa amertha pangan kinum (boga),
amertha berupa sandang (upa boga) dan amertha berupa pangan (pari boga) kepada
semua makhluk di dunia, khususnya manusia agar bisa berkembang, mampu
membangkitkan cipta, rasa, karsa dan karyanya di dunia sehingga adanya budaya.
Sudarsana kemudian menguraikan makna hari suci Soma
Ribek. Hari Soma dengan dewanya Sang Hyang Wisnu, perwujudannya sebagai udaka
(air) menjadi amertha pawitra. Hari Pon dengan dewanya Sang Hyang Mahadewa,
sebagai perwujudan apah (merutha) menjadi amertha kundalini. Sementara wuku
Sinta dengan dewanya Sang Hyang Yama sebagai perwujudan dari agni (api) menjadi
amertha kundalini. Ketiga amertha itulah dibutuhkan oleh kehidupan semua
makhluk di dunia, khususnya manusia. Disebutnya hari Soma Ribek sebagai hari
penegdegan Batara Sri atau piodalan beras karena pelaksanaan upacaranya
menggunakan beras. Beras merupakan simbol amertha.
Dra. Ni Made Sri Arwati dalam buku Upacara Upakara
Agama Hindu Berdasarkan Pawukon menjelaskan dalam hari Soma Ribek, umat Hindu
akan melaksanakan upacara di lumbung (tempat penyimpanan padi) serta pulu
(tempat penyimpanan beras). Sarana upakara-nya, nyanyah geti-geti, gringsing,
raka-raka, pisang emas dan bunga-bunga yang harum. Yang menarik, pada hari suci
Soma Ribek ada tradisi berpantang untuk menumbuk padi dan menjual beras.
Bahkan, di beberapa tempat, selain menumbuk padi dan menjual beras, juga
dipantangkan mengetam padi, menyosoh (nyelip) gabah, memetik buah-buahan atau sayuran,
menjual hasil pertanian utamanya bahan pangan. Malah, ada juga yang berpantang
memberi atau meminta bahan pangan kepada orang lain.
Ilustrasi |
Pantangan untuk menumbuk padi dan menjual beras ini
tersurat dalam lontar Sundarigama. Yang melanggar pantangan itu dinyatakan akan
dikutuk Ida Batara Sri. Ikang wwang tan wenang anambuk pari, ngadol beras,
katemah denira Batara Sri. Yang mesti dilakukan oleh umat manusia saat hari
suci Soma Ribek adalah memuja Sang Hyang Tripramana (Dewa penguasa tiga situasi
dunia) yakni kenyataan, tanda-tanda dan falsafah agama (tatwa).
Jika ditelaah secara mendalam, hari suci Soma Ribek
sebetulnya sebagai hari pangan gaya Bali. Pada hari itulah orang Bali
disadarkan tentang betapa pentingnya pangan dalam kehidupan ini. Tanpa pangan
manusia tidak bisa hidup dan menjalani kehidupannya. Karenanya, manusia pantas
berterima kasih dan mengucap syukur ke hadapan Sang Pencipta atas karunia
pangan yang melimpah. Adanya pantangan tidak menumbuk padi serta menjual beras
saat Soma Ribek lebih sebagai bentuk sederhana dari penghormatan atas karunia
pangan dari Sang Maha Ada. Pantangan semacam ini sama maknanya dengan pantangan
menebang pohon saat hari Tumpek Pengatag.
Menurut tradisi Bali, mensyukuri karunia Ibu
Perthiwi tiada lain dengan menjaga dan merawatnya melalui menanam segala jenis
tanaman sumber kehidupan. Dengan menanam, tidak saja memberi sumber kehidupan
pada manusia, tetapi juga menyegarkan tanah karena membuat huma terus
terpelihara. Tapi, Bali kini tidak saja enggan menanam, tetapi malah lebih
sering menebang. Hutan-hutan di belahan Utara Bali dibabat. Tidak hanya banjir
yang kemudian kerap terjadi, keamanan pangan Bali juga semakin terancam. Karena
sawah-sawah Bali juga makin terdesak berbarengan dengan makin langkanya anak
muda Bali yang mau bertani. Kutukan Dewi Sri pun menjelma nyata, kini.
Sumber Klik Disini
Post Comment
Post a Comment