Headlines News :
Home » , » Jangan Merusak Moral Anak Dengan Buku Bahasa Bali

Jangan Merusak Moral Anak Dengan Buku Bahasa Bali

Written By Unknown on Friday, October 3, 2014 | 9:47 AM

DENPASAR, DUMAI – Sekolah merupakan tempat bagi seorang anak untuk menimba ilmu dan mengasah kecerdasan. Selain itu juga sebagai tempat belajar budi pekerti, moral dan nilai-nilai luhur lainnya. Lalu apa jadinya jika moral anak didik justru terancam rusak akibat buku bahan ajar yang isinya tidak mendidik dan mengandung kata-kata tak bermoral?

Mirisnya bagi orang tua di Bali, khususnya di Kabupaten Badung, kata tak bermoral itu justru terdapat pada buku pelajaran Bahasa Bali pelajaran yang mati-matian diperjuangkan oleh berbagai kalangan agar tidak dihapus dari kurikulum.

Pada halaman 38 buku Pendamping Materi “Sekar Tunjung” Bahasa Bali untuk siswa Kelas 2 SD Semester Ganjil berisi soal latihan dalam format pilihan ganda. Soal nomor 10 pada latihan tersebut berbunyi:
I meme … ngajak I bapa.”(=Ibu… dengan ayah)
Lalu, dibawahnya tersedia pilihan jawaban, sebagai berikut:
a. manyama (=bersaudara)
b. makurenan (=bersuami-istri)
c. mamitra (=berselingkuh)

Berikut adalah foto soal tersebut:
Soal No. 10 jawaban c tertulis “mamitra”, Buku Pendamping Bahasa Bali "Sekar Tunjung" 
untuk Kelas 2 SD Semester Ganjil (popbali.com)
Pertanyaannya: Apa perlunya menyertakan kata “mamitra” (=berselingkuh) pada pilihan jawaban?.

Perlu disadari, rasa penasaran anak usia 8 tahun (Kelas 2 SD) sedang tinggi-tingginya. Segala hal yang baru dikenalnya akan ditanyakan kepada orang tuanya. Saat mencoba latihan di atas misalnya, kemungkinan mereka akan bertanya kepada orang tuanya: Apa itu menyama? Dan, apa itu makurenan?

Dengan pertanyaan itu, biasanya orang tua yang mendampingi si anak belajar perlu menjelaskan makna dari masing-masing kata tersebut dan mungkin juga perlu disertai contoh.

Lalu, apa yang harus dijelaskan oleh orang tua ketika si anak menanyakan arti kata “mamitra”? Apakah bilang “selingkuh”? Lalu bagaimana menjelaskan makna kata “selingkuh?” Bagaimana memberikan contoh mamitra atau selingkuh?. Kebingungan itulah yang dialami oleh Ibu seorang anak kelas 2 yang bersekolah di salahsatu SD di Desa Benoa, Badung, Bali.

Apa yang ada dalam pikiran penyusun buku ini? (Catatan: Penulis sengaja tidak sebutkan nama penyusun dan penerbitnya. Silahkan periksa buku Bahasa Bali “Sekar Tunjung” putera/puterinya.)

Katakanlah tidak disengaja. Lalu, mengapa yang muncul pertamakali dalam kepala penyusun adalah kata “mamitra”? Mengapa bukan “matunangan” atau mungkin “mamisan”? Sudah serusak itukah moralnya?

Fenomena selingkuh alias mamitra mungkin sudah kian jamak di dalam masyarakat belakangan ini. Namun, apakah kelumrahan orang mamitra perlu diperkenalkan dan ditanamkan pada benak anak-anak kita yang usianya masih begitu dini? Apa yang ada dalam benak mereka bila kita jelaskan dan berikan contoh?

Yang sulit kita bayangkan, apakah soal ini dibahas di sekolah? Jika iya, lalu bagaimana guru Bahasa Bali menjelaskannya? Mengapa tidak disampaikan kepada penyusun dan penerbitkanya agar segera direvisi, setidaknya harus dipastikan agar tidak muncul lagi soal yang sama dan sejenisnya pada cetakan berikutnya. Jangan sampai moral anak-anak kita rusak gara-gara kata-kata yang mencerminkan perilaku tak bermoral seperti ini.

Tidak hanya itu, saat menemukan soal seperti demikian mestinya guru segera memeriksa semua kata dan kalimat dalam buku ini dan buku-buku lain yang disusun oleh orang yang sama. Lalu menyampaikannya kepada kepala sekolah untuk diteruskan ke Diknas setempat. Atau, mungkinkah guru juga menganggap “mamitra” (=selingkuh) sebagai fenomena yang lumrah dalam masyarakat thus dianggap pantas-pantas saja jika diperkenalkan pada anak kelas 2 SD ?

Seyogyanya, jangan ijinkan penyusun buku ini menyusun buku apapun lagi, entah itu bahasa Bali atau buku-buku lainnya. Selebihnya juga kita berharap agar para guru di sekolah (dari tingkat dasar hingga menengah) lebih peka lagi terhadap hal-hal seperti ini. Terlebih-lebih isi buku yang diajarkan kepada anak-anak yang masih duduk di bangku SD, seperti dilansir Popbali.com, Jum'at (3/10).


Share this post :

Post Comment

Post a Comment

 
Support : Copyright © 2015. Hindu Damai - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger
UA-51305274-1