Headlines News :
Home » , , , » Introsfeksi Diri Melalui Tontonan Wayang

Introsfeksi Diri Melalui Tontonan Wayang

Written By Unknown on Sunday, September 14, 2014 | 11:06 AM

DUMAI - Hari suci Tumpek Wayang merupakan hari suci bagi umat Hindu khususnya di Indonesia. Pada hari itu diupacarai berbagai jenis alat-alat tetabuhan atau reringgitan seperti gong, gender, gambang, genta, gendongan termasuk wayang. Pemujaan ditujukan kepada Tuhan dalam manifestasi sebagai Hyang Iswara.

Wayang Bali  ( www.pesantrenglobal.com )
W. Watra dalam buku Filsafat Wayang dalam Panca Yadnya menyebutkan wayang berkisar pada masalah bayangan. Bicara masalah bayangan, harus ada cahaya. Berbicara masalah cahaya harus ada sumber cahaya. Sumber cahaya paling hakiki adalah Tuhan yang di Bali dikenal sebagai Hyang. Karenanya, menurut Watra, wayang adalah bayangan akibat adanya sinar, antara gelap dan terang (rwa bhineda). Wayang ada karena cahaya dari Hyang (Tuhan).

Dari pandangan itu, Tumpek Wayang dapat dimaknai secara lahir dan batin. Menurut I Gusti Ketut Widana, secara lahir Tumpek Wayang merupakan bentuk permohonan bagi mereka yang menjalani profesi pewayangan sehingga dapat menjadi dalang metaksu yang mampu menjembatani alam wayang yang abstrak ke dalam alam nyata melalui pementasan tokoh-tokoh pewayngan yang dipertontonkan untuk diambil nilai-nilai tuntunannya.

Secara batin, melalui perayaan Tumpek Wayang kita akan selalu disadarkan bahwa hidup ini sebenarnya merupakan sebuah panggung wayang. Keberadaan kita, peranan yang didapat dan dilakukan dan ke mana akhirnya tujuan kita sudah diatur dan ditentukan oleh sang Dalang Agung yakni Hyang Widi.

"Karena itu, kita diingatkan terus untuk senantiasa mendekatkan diri pada Hyang Widhi agar memperoleh jagadhita dan moksa, kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin," urai Widana seperti dilansir Balisaja.com , Minggu (14/9).

Selain itu, masih menurut Widana, Tumpek Wayang juga sejatinya mengajak umat untuk selalu bercermin pada wayang dengan segala tokoh dan perannya. Apakah kita seperti Dharmawangsa, Arjuna, Bima atau masih seperti Sekuni, Duryadana. Bercermin pada wayang itu penting untuk memperbaiki citra diri atau menyempurnakan karma masing-masing.

IBG Agastia dalam kumpulan tulisannya, Wija Kasawur menulis, dengan menonton wayang sesungguhnya kita dapat menonton diri kita, kita dapat menghadirkan diri kita di hadapan kita. Makna pertempuran antara Rama dengan Rawana, Pandawa dengan Korawa, antara dharma dengan adharma, susila dengan asusila sesungguhnya adalah pertempuran yang terjadi dalam diri kita, pertempuran yang tak henti-hentinya.

Karenanya, dapat dimengerti mengapa kemudian wayang mendapat posisi terhormat dalam kebudayaaan Hindu di Nusantara. Wayang menjadi salah satu sarana "pembebasan" diri. Di kalangan masyarakat Indonesia, wayang memiliki fungsi ruwat. Terlebih lagi di Bali, wayang menjadi sarana penyucian yang penting. Wayang, khususnya wayang lemah merupakan salah satu bagian penting wali dalam setiap karya berskala besar. Begitu juga anak yang lahir pada wuku Wayang akan di-bayuh dengan tirtha penglukatan wayang.

I Gusti Ketut Widana sendiri melihat setiap perangkat dalam pementasan wayang memiliki makna tersendiri. Kelir wayang merupakan simbol ruang, alam permukaan bumi sebagai lambang badan jasmani yang akan menampakkan bayangan hari dan menggambarkan gejolak Tri Guna. Lampu belencong melambangkan matahari yaitu sinar hidup yang terpancar dari Hyang Widhi dan juga merupakan sinarnya Jiwatman yang memberikan sinar kepada Tri Guna. Dalang merupakan simbol dari bayangan Hyang Widhi yang berkuasa atas segala tokoh dan peran yang dimainkan manusia. Dalang juga merupakan jiwatma yang memberikan sinar/kekuatan melalui suksma sarira sehingga sthula sarira menjadi hidup dan dinamis.


Wayang sendiri tidak lain sebagai lambang dari makhluk-makhluk ciptaan-Nya, amnusia, hewan dan tumbuh-tumnbuhan, masing-masing menjalani proses lahir, hidup dan mati sesuai kehendak-Nya. Gedong (tempat wayang) sendiri merupakan simbol Tri Kona (lahir, hidup, mati). Gender yang mengiringi pementasan wayang merupakan simbolik irama dinamis dari perjalanan zaman, juga merupakan suara suksma tentang kehidupan dan kematian.
Share this post :

Post Comment

Post a Comment

 
Support : Copyright © 2015. Hindu Damai - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger
UA-51305274-1