Headlines News :
Home » , , , , » (Video) Umat Hindu Karo di Sumatera Utara Harus Bangkit

(Video) Umat Hindu Karo di Sumatera Utara Harus Bangkit

Written By Unknown on Saturday, June 7, 2014 | 12:34 PM

Akulturasi Pura  dengan Rumah Adat Suku Karo
DUMAI- Perjuangan umat Hindu Karo untuk mempertahankan eksistensinya berlangsung dalam suasana sunyi dan hadangan mayoritas. Barangkali di luar Sumatra Utara, tidak ada yang tahu, bahwa di Tanah Karo ada komunitas Hindu, yang sudah hidup di sana sejak awal masehi. Mereka mengalami masa jaya, pernah berkuasa di sana membangun peradabannya. Tetapi kemudian mendapat gempuran dari para penyebar agama, dari Aceh yang membawa Islam, dan Belanda yang membawa Kristen.

Mereka diserang secara fisik dan ideologi. Agama mereka, yang semula bernama Perbegu dihina dan direndahkan. Pemerintah pun ikut memarjinalkan mereka dengan menurunkan derajat agama mereka menjadi aliran kepercayaan. Dengan status ini, mereka tidak saja dianggap tidak beragama, tetapi oleh karena itu bebas untuk dijadikan sasaran konversi. Tak heran sebagian besar dari mereka lalu beralih agama.

Dengan gempuran dari para missionaris dan juru dakwah, dan diskriminasi dari pemerintah, sebagian dari mereka tetap bertahan. Untuk mendapat perlindungan formal pada tahun 1977 mereka menyatakan diri masuk Hindu. Tetapi masalah yang mereka hadapi tidak berhenti. Di sekolah anak-anak mereka tidak mendapat pendidikan agama Hindu. Mereka harus mengikuti pendidikan agama lain, karena kalau tidak, rapor mereka akan kosong untuk nilai agama. Akibatnya mereka tidak naik kelas.

Kita sudah tahu apa akibat dari taktik ini. Anak-anak muda itu akan menyerap dan menghayati ajaran agama lain, dan memandang rendah agama leluhurnya. Kita tentu saja tidak dapat mengharapkan belas kasihan para guru-guru agama non Hindu untuk mengajarkan agama Hindu secara benar. Tugas mereka memang untuk mengajarkan dan menyebarkan agamanya sendiri. Untuk itulah mereka digaji.

Umat Hindu Karo bersembahyang
Masyarakat Hindu Karo seperti dibiarkan berjuang sendiri. Mereka seperti minoritas dalam minoritas Hindu. Bila umat Hindu dari etnis Bali, Jawa, Kaharingan, dan India telah memiliki lembaga keagamaan serta pendidikan tinggi agama Hindu dan organisasi sosial kemasyarakatan sendiri, masyarakat Hindu Karo, masih jauh dari itu.

Pembinaan atas mereka kembang kempis. Parisada provinsi Sumatra Utara yang pada jaman Shri Ramlu cukup aktif membina mereka, dalam kepemimpinan yang sekarang ini tidak melakukan apa-apa. Umat Hindu Karo Harus Bangkit Hindu di Medan saja, terutama yang dari etnis Tamil tidak terurus. Lantas untuk apa mereka masih duduk di lembaga ini? Apa motivasinya?

Masih untung ada pembimas Hindu, seorang perempuan, tetapi gesit, dan karena itu pembinaannya sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Hindu di Sumatra Utara, termasuk mereka yang ada di Tanah Karo. Mereka meminta agar Ibu pembimas ini tidak dipindah-tugaskan ke tempat lain. Tetapi tentu saja seorang pembimas tidak akan mampu mengatasi semua masalah masyarakat Hindu di Sumatra Utara.

Bulan Maret lalu Media Hindu mengunjungi komunitas Hindu di Tanah Karo. Ini sebagai realisasi keperdulian dan keprihatinan kami terhadap komunitas komunitas Hindu yang ada di tempat-tempat ”terpencil” tidak hanya dalam arti geografis, tetapi terutama dalam arti perhatian dan keperdulian dari masyarakat Hindu secara keseluruhan.

Dalam dialog dengan mereka, kelihatan betapa mereka tetap teguh dengan keyakinan leluhurnya. Mereka ingin bangkit, tetapi mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Tentu yang lebih mengkhawatirkan adalah pembinaan generasi muda mereka. Jangan sampai terjadi seperti di satu desa di Jawa Tengah. Yang masih datang ke Pura adalah orang-orang tua dan anak-anak yang belum bersekolah. Ke mana anak-anak yang sudah bersekolah? Simbol-simbol keagamaan yang terdapat di rumah wasi atau pinandita setempat memberi jawaban.

Di atas pintu masuk salah satu kamar terdapat kaligrafi huruf Arab. Di atas pintu kamar yang lain, salib. Kamar yang pertama adalah tempat tidur putra wasi yang masuk sekolah negeri. Kamar yang lain adalah tempat tidur anak yang masuk sekolah Kristen. Romo wasi tentu saja tidak memasang simbol Omkara di atas pintu kamarnya. Karena sebagai orang tua ia tidak merasa pantas ikut-ikutan tren anak muda. Lagi pula bila dia meninggal dunia siapa yang akan memperdulikan simbol suci itu? Ironis dan tragis!


Kewajiban kami hanya menyampaikan informasi. Seharusnya lembaga-lembaga Hindu, terutama Parisada, memberikan perhatian serius terhadap persoalan ini. Pembinaan umat tidak dapat ditangani secara sporadis, oleh orang per orang. Harus terorganisasi, tersistem, dan berkesinambungan. Marilah berharap semoga ada tindak lanjutnya.

Berikut sekilas video umat Hindu Karo di Sumatera Utara. Lihat di bawah ini:









Share this post :

Post Comment

Post a Comment

 
Support : Copyright © 2015. Hindu Damai - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger
UA-51305274-1