Canang Sari |
DUMAI- Yadnya dalam agama Hindu dan ajaran-ajaran
tradisi lain diluar Hindu yang masih belum mau bersatu, bermakna sebagai persembahan
suci sebagai wujud bhakti kita kepada Hyang Kuasa. Ada berbagai jenis yadnya
baik itu persembahan, dana punia, dukungan kemanusiaan, kegiatan sosial maupun
aktifitas bhakti lainnya yang dilakukan manusia.
Salah satu bentuk sarana yandya dalam bentuk
persembahan yang paling mudah kita temukan adalah sesajen (sesajian) baik dalam
bentuk makanan, buah-buahan maupun bunga atau hasil bumi. Di hampir semua
ajaran nenek moyang kita baik di jaman pra sejarah, maupun setelah masal
pra-sejarah, mereka menggunakan sesajen untuk menunjukkan bhakti, rasa syukur,
ucapan terimakasih dan bentuk kasih sayang kepada spirit-spirit suci dan juga
Hyang Kuasa.
Baiklah kita kupas, salah satunya, yang banyak
dikenal oleh saudara kita Hindu di Bali. Yakni, canang sari. Hampir disetiap
titik-titik spiritual kita temukan adanya persembahan berupa canang sari, baik
itu di sanggah, merajan, pelangkiran maupun di tempat-tempat tertentu yang
diyakini sebagai tempat bersemayamnya berbagai spirit kehidupan yang tak
terlihat.
Canang Sari |
Canang sari berasal bahasa Jawa Kuno/Kawi yang
terdiri dari kata "Can" (indah, menawan), "Nang"
(tujuan) dan "Sari" (inti, sumber, ketulusan pikiran). Sehingga canang
sari adalah sebuah bentuk persembahan keindahan (kebahagiaan) manusia yang
memiliki maksud untuk menyampaikan ketulusan pikiran kita kepada yang kita
berikan persembahan.
Kita tidak akan kupas unsur-unsur yang membentuk
canang sari itu, tapi kita akan bahas makna canang sebagai bentuk penyelamatan
lingkungan, alam flora dan juga perannya dalam membangun siklus kesejahteraan
umatnya.
Pertama, penyelamatan lingkungan, alam flora. Kita tahu,
bahwa sebagaian besar bahan dari canang sari berasal dari tumbuh-tumbuhan. Ada
janur, sirih, bunga berbagai warna (lima warna utama), semat (dari bambu), daun
pandan.
Nenek moyang kita sudah melihat bahwa dengan
persembahan seperti ini, secara tidak langsung kita akan berusaha selalu MENANAM POHON pendukung dari unsur
tersebut. Janur, kita dapat dari pohon kelapa, yang kita ambil dari pucuk
daunnya. Karena manfaat kelapa tidak hanya pada janurnya saja, maka kita
diharapkan tetap menanam kelapa tidak cukup satu saja, tapi banyak sehingga
saat tanaman satu kita ambil janurnya, masih ada tanaman kelapa yang lainnya
yang tumbuh utuh sampai buahnya bisa kita panen dan kita bisa gunakan berbagai
keperluan termasuk keperluan yadnya yang membutuhkan kelapa.
Daun Pandan |
Demikian juga bunga, bambu, sirih dan pandan, akan
terus kita budidayakan dan kita kembangkan. Dengan cara inilah kita bisa menyelamatkan
tetap lestarinya tumbuh-tumbuhan pendukung yadnya tersebut.
Canang sari, hanyalah contoh kecil saja untuk sarana
upacara yang paling sederhana. Bagaimana kalau sarana upacara yang lebih besar,
saat Bhuta Yadnya, Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Manusa Yadnya dan Pitra Yadnya,
atau bahkan Eka Dasa Rudra. tentunya akan lebih banyak lagi kebutuhan untuk
memanfaatkan isi alam. Termasuk hewan-hewan langka yang tidak pernah kita lihat
dibutuhkan dalam yadnya tersebut.
Apakah ini bukan mengeksploitasi alam? Tentu bukan.
Ingat rumus kebutuhan dan ketersediaan (demand
dan supply). Setiap ada sesuatu
yang kita butuhkan pasti kita akan berusaha untuk menyediakannya. Inilah yang
kemudian memacu manusia (kita) untuk sadar dan berusaha menjaga ekosistem itu.
Bahkan kalau dipahami secara mendalam, inilah KONSEP PELESTARIAN ALAM yang tak memusnahkan spesies tertentu dari
berbagai jenis tumbuh-tumbuhan dan hewan.
Itu sebabnya kemudian, penting bagi kita untuk tetap
memelihara PALEMAHAN agar tetap ada
ruang bagi tumbuhan dan hewan untuk hidup dan berkembang.
Dengan berbahan alami seperti itu, dengan sendirinya
tidak merusak lingkungan karena setelah menjadi sampah, bahan-bahan alaminya
akan mudah terurai dan menjadi humus yang menambah kesuburan tanah.
Kedua, dari sisi ekonomi, sarana Yadnya memberikan dampak
yang sudah terbukti kepada kita umat manusia karena disana akan kita temukan
konsep saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Sehingga bisa terjadi
transaksi yang saling menguntungkan. Bagi mereka yang tidak punya lahan untuk
mengembangkan sendiri kebutuhan yadnya itu, maka akan MEMBELI dari mereka yang
memilikinya. Dalam hal ini petani diuntungkan, ada jalur distribusi juga
diutungkan dan akhirnya kita, sebagai konsumen dan pemakainya pun diuntungkan.
Stiker Sukla dari PHDI |
Bahkan, akhir-akhir ini kita temukan banyak sekali
usaha-usaha kecil pembuatan canang sari dan banten yang membuka lapangan kerja
bagi mereka yang tidak memiliki kemampuan profesional lainnya. Sayangnya,
banyak diantara mereka malah dimanfaatkan orang non Hindu untuk menjadi lahan
penghidupan. Padahal ada sisi SUKLA
(Suci, Sukla dan Satwika) yang harus mereka ketahui dalam pembuatan canang
sari.
Alangkah suatu kebahagiaan bagi kita umat Hindu,
menjadi salah satu pewaris ajaran pelestari alam dan membantu bumi ini terbebas
dari kekeringan, erosi, gersang dan berbagai pencemaran. Salam Hindu
Damai-Dumai.
Post Comment
Post a Comment