Pura Prapat Agung (Balipost.com) |
Pura Prapat Agung
terletak di tengah hutan konservasi Taman Nasional Bali Barat tidak jauh
dari Pura Segara Rupek. Nama Pura ini akrab didengar dan cukup dikenal luas masyarakat Jembrana maupun
Buleleng sejak dimulainya pemugaran dan pembangunan ‘pelinggih-pelinggih’ di
dalam hutan yang berdekatan dengan pantai berpasir putih itu.
Riwayat munculnya Pura Prapat Agung ini dari
beberapa sumber menyebutkan Pura ini erat kaitannya dengan Dang Hyang
Dwijendra. Saat melakukan perjalanan untuk mencari putra-putranya yang
berpencar. Salah satunya adalah Ida Mas Swabawa yang berada di Pulaki. Pencarian
putranya di wilayah Pulaki menghadapi banyak rintangan. Perjalanan beliau
dihadang oleh kegelapan yang dipasang oleh Ida Bhatara Mahadewa dengan maksud
agar Ida Dang Hyang Dwijendra tidak dapat melihat apapun termasuk menemukan
putranya Ida Mas Swabawa yang juga disebut sebagai Ida Bhatari Melanting.
Karena Ida
Bhatara Mahadewa menyukai Ida Bhatari Melanting. Kemudian terjadilah perang
‘adnyana’ (kesaktian) antara Ida Dang Hyang Nirartha dengan Ida Bhatara
Mahadewa. Ida Dang Hyang Nirartha melakukan yoga di tengah hutan yang gelap
diatas pingiran pantai dan mengeluarkan Puja Weda Sulambang Geni dan Puja Weda
Seraga termasuk mengeluarkan Cakra Rencana untuk menerangkan kegelapan. Dari
‘payogan’ tersebut Ida Dang Hyang Nirartha merasa kasihan dengan kerumunan
hewan-hewan yang kehausan, kemudian beliau menciptakan sebuah ‘telaga’ (kolam)
untuk hewan-hewan tersebut, yang terletak dibawah tempat payogannya. Dengan
payogannya tersebut, wilayah Pulaki kembali menjadi terang.
Beliau melanjutkan perjalanan mencari Ida Mas
Swabawa. Alangkah terkejutnya Ida Dang Hyang Nirartha ketika melihat putranya
Ida Mas Swabawa dipangku oleh Ida Bhatara Mahadewa. Ida Dang Hyang Nirartha
murka dan memusnahkan daerah Pulaki sedangkan daerah Jembrana dimusnahkan oleh
Ida Mas Swabawa atas perintah ayahnya Ida Dang Hyang Nirartha. Hingga kemudian
Ida Mas Swabawa menguasai daerah Pulaki dan distanakan dengan Pura Melanting.
Peristiwa ini diperkirakan terjadi sekitar Tahun 1478 – 1479 Sebelum Masehi
atau saat Dharma Yatra Ida Dang Hyang Nirartha yang kedua.
Fungsi Pura Untuk memohon keselamatan dan terhindar
dari kegelapan, umat Hindu di Bali khususnya di Jembrana memugar wilayah hutan
dengan membangun stana / pura di tempat payogan Ida Dang Hyang Nirartha.
Begitupula di telaga/kolam yang diciptakan oleh beliau, dibangun sebuah stana
berupa Padmasari. Selain sebagai tempat pemujaan Ida Dang Hyang Nirartha untuk
memohon kesejahteraan umat, Pura Prapat Agung juga sering digunakan umat untuk
meningkatkan dan memperdalam spiritualnya dengan melakukan Yoga dan Samadhi
tepat dihadapan Palinggih Payogan Ida Dang Hyang Dwijendra.
Nama Prapat Agung menurut Ida Pedanda Gede Buruan di
Griya Buruan Desa Batuagung Jembrana, tidak cukup hanya diberi satu arti.Prapat
Agung sesungguhnya adalah pintu niskala yang dibuat oleh Ida Dang Hyang
Dwijendra untuk menghindarkan Bali dari masuknya hal-hal negatif. Atau bisa
juga diartikan sebagai empat pintu yang diciptakan untuk menutup hal-hal buruk
yang ingin masuk ke wilayah tanah Bali. Sedangkan Telaga / kolam dengan air
yang tidak pernah kering meskipun dalam musim kemarau panjang oleh Ida Dang
Hyang Dwijendra diciptakan dengan sebutan Tirta Blonyoh, yang airnya memiliki
tiga jenis warna dalam satu kolam, yaitu bening, kemerahan dan kekuningan.
Hal tersebut
pernah dibuktikan dengan mengambil airnya yang menggunakan tiga tempat yang
berbeda. Di sekitar Telaga tersebut didirikan Padmasari untuk pemujaan. Selain
itu wilayah Telaga dengan Palinggih Padmasari difungsikan untuk lokasi Upacara
Ngabejian Ida Bhatara. Sebuah upacara untuk mensucikan ‘pralinggan’ Ida Bhatara
Dang Hyang Dwijendra yang dilakukan pada saat Upacara Pujawali/Piodalan Ida
Bhatara yang jatuh pada Wraspati Paing wuku Dukut Purnama Sasih Kalima.
Sumber Klik Disini
Sumber Klik Disini
Post Comment
Post a Comment