Headlines News :
Home » , , » Pemrov Bali Gelar Dialog "Apakah Upacara Agama Mempengaruhi Kemiskinan?"

Pemrov Bali Gelar Dialog "Apakah Upacara Agama Mempengaruhi Kemiskinan?"

Written By Unknown on Saturday, January 10, 2015 | 11:06 AM

DENPASAR, DUMAI - Anggapan bahwa upacara agama Hindu di Bali mempengaruhi kemiskinan, mendapat respons serius dari Pemerintah Provinsi Bali. Gubernur Bali Made Mangku Pastika menggelar dialog terbuka dengan tema “Apakah Upacara Agama Mempengaruhi Kemiskinan di Bali”  di Museum Rakyat Bali atau lebih dikenal dengan Museum Bajrasandi.
Dialog Terbuka di Museum Rakyat Bali (regional.kompas.com)
Acara yang berlangsung di ruang pertemuan Monumen Perjuangan Rakyat Bali (Bajrasandhi), Renon ini dihadiri Gubernur Bali Made Mangku Pastika, Ketua PHDI Bali I Gusti Ngurah Sudiana. DR. I Gusti Made Ngurah mewakili MUDP Bali, I Gusti Alit Putra (Wakil DPRD Bali), I Ketut Wiana selaku pembicara disamping Panusunan Siregar dan dari Badan Pusat Statistik (BPS) Bali dan para Pemangku dan tokoh masyarakat.

Menurut data yang dikemukakan oleh Kepala BPS Bali, Panusunan Siregar, kalau kegiatan upacara sudah menjadi prioritas masyarakat setelah kebutuhan dasar. Disamping itu, dari data yang dia sampaikan ternyata rokok menempati urutan nomor dua pengeluarannya setelah beras. “Di Bali ini rupanya banyak warga lebih memilih rokok daripada makan,” ujarnya seperti dikutip suluhbali.co, Sabtu (10/1).

Kemudian Panusunan juga menyebutkan, data pada penduduk yang miskin di Bali, kegiatan upacara menjadi prioritas yang sangat penting dalam rumah tangganya, setelah makan dan rumah.

Kepala BPS ini, melihat serta memberikan masukan untuk mengatasi kemiskinan di Bali salah satunya adalah dengan cara menyederhanakan kegiatan-kegiatan upacara itu, tapi tidak mengurangi esensinya.

Sementara Ketut Wiana selaku perwakilan dari PHDI Pusat menyoroti masih kurang pahamnya krama hindu akan upacara yang mereka laksanakan.

“Krama kita aktif luar biasa dalam upacara, namun tak tahu apa maknanya,” katanya.

Akhirnya, krama Hindu di Bali cenderung sibuk ‘bertanding’ untuk menggelar upacara yang besar. Padahal mengacu tattwa, upacara bermakna ‘melayani’ untuk mendekatkan diri dengan alam dan sesama. Jangan sebaliknya, dengan alasan bhakti, manusia justru merusak alam dan membuat sesamanya susah. “Misalnya saat upacara, nutup jalan. Itu menyusahkan orang lain,” imbuhnya.

Yang lebih ironis lagi, sejumlah krama terpaksa meninggalkan pekerjaan karena tuntutan adat. Untuk itu, Wiana mendesak adanya reformasi dan evaluasi terhadap penomena ini. Kata dia, upacara dan adat hendaknya membahagiakan, bukan memberatkan.

Selanjutnya I Gusti Ngurah Made Ngurah selaku petajuh MUDP menyoroti pembiasan dalam pelaksanaan upacara agama. Dia mencontohkan, upacara yang bisa dilaksanakan satu hari, diperpanjang jadi tiga hari sehingga menyita waktu krama. Selain itu, upacara yang hanya membutuhkan satu ekor babi berkembang menjadi puluhan ekor karena kebiasaan membagikan dengan krama. Menurutnya, pembiasan semacam inilah yang mesti diluruskan agar krama tak terbebani dengan pelaksanaan upacara.

Pendapat senada disampaikan dua tokoh pers Made Nariana dan Raka Santeri. Raka Santeri berpendapat agar istilah nista dalam tingkatan yadnya diubah karena terkesan terlalu kecil dan krama kurang sreg jika melaksanakan pada level itu. “Apa istilahnya bisa diganti dengan ‘sari’ sehingga lebih mantap,” imbuhnya.

Pandangan tentang yadnya juga disampaikan Ida Pandita Mpu Jaya Prema Ananda.

“Kalau pencerahan dan pengetahuan upacara dan agama sudah sering saya sampaikan ke umat. Baik diberikan secara langsung maupun lewat buku-buku dan tulisan. Tapi dalam pelaksanaannya warga masih sulit lepas dari kebiasaan selama ini,” ujar Ida Pandita.

Di akhir acara dialog, Mangku Pastika menyatakan kemiskinan di Bali akan bisa cepat diatasi bila masyarakat Bali mau bersama-sama mengulurkan tangan untuk membantu, sebagai wujud pengejawantahan Manusa Yadnya.

“Mengenai pengertian manusa yadnya tidak cukup dengan upacara megedong-gedongan, kepus puser, nelu bulanin, ngotonin dan seterusnya. Menolong orang miskin, menolong orang sakit, membantu anak supaya tidak putus sekolah juga manusa yadnya,” jelas Mangku Pastika.
Share this post :

Post Comment

+ komentar + 1 komentar

January 10, 2015 at 4:46 PM

Woe,,,, mengapa kita harus terlihat baik dan suci? Dng cara membohongi diri sendiri padahal koropsi, mencuri, dan cabul. Apa harus seperti itu kita? Apakah orang yg tidak beragama hindu dan tidak melakukan upacara akan kaya? Apakah upacara menutup jalan salah? Daripada membiarkanya macet? Kita dibali siwa budha,hitam putih bukan abu2, ruabineda, kita mengenal ajaran itu karena konsep kita keseimbangan, tidak menilai kejadian dng salah benar tapi apa penyebabnya.

Post a Comment

 
Support : Copyright © 2015. Hindu Damai - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger
UA-51305274-1