Headlines News :
Home » , , , » Pura Samuantiga, Awal Mulanya Desa Pakraman di Bali

Pura Samuantiga, Awal Mulanya Desa Pakraman di Bali

Written By Unknown on Monday, May 12, 2014 | 7:22 AM

Pura Samuantiga (www.wisatadewata.com )
GIANYAR, DUMAI- Pada Selasa (13/5) besok, bertepatan dengan hari Purnama Jyestha, di Pura Samuantiga, Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, dilaksanakan pujawali. Pura Samuantiga merupakan salah satu pura penting dalam sejarah peradaban Bali. Lantaran di pura inilah terbentuk cikal bakal desa pakraman, organisasi tradisional yang hingga kini menjadi pilar penting adat dan budaya Bali.

Sekilas sejarah, pada sekitar abad ke-11, pada masa pemerintahan raja suami-istri Sri Dharma Udayana dan Gunaprya Dharmapatni, di tempat inilah dilaksanakan pertemuan mahapenting dipimpin Senapati Mpu Kuturan untuk merumuskan format pelaksanaan keagamaan yang bisa mengadopsi berbagai sekte keagamaan yang ada saat itu. Kala itu Bali kerap menuai konflik lantran banyaknya sekte keagamaan. Setidaknya ada enam sekte di Bali sat itu yakni Pasupata, Bhairawa, Siwa Sidhanta, Waisnawa, Budha, Brahma, Resi, Sora dan Ganaptya. Pertemuan agung itu sendiri, sebagaimana disebutkan dalam Babad Pasek, dihadiri oleh utusan Siwa, Budha dan Bali Aga.

Dalam pertemuan ini pula kemudian lahir konsep pemujaan Tri Murti yakni Brahma, Wisnu dan Siwa. Untuk mengimplementasikan konsep pemujaan ini, dirumuskanlah konsep tempat pemujaan Kahyangan Tiga. Dari sinilah kemudian lahir lagi konsep kemasyarakatan berupa desa pakraman yang diwajibkan memiliki tempat pemujaan Kahyangan Tiga yakni Pura Puseh, Pura Desa (di beberapa tempat disebut Bale Agung) serta Pura Dalem.

Padahal dalam lontar Tatwa Siwa Purana seperti dikutip I Wayan Patera dalam buku Khayangan Jagat Pura Samuantiga (2002) disebutkan Pura Samuantiga dibangun pada pemerinthan Prabu Candrasangka. Namun, melihat kronologi pemerintahan raja-rja Bali, tidak ada disebutkan raja Candrasangka. Yang ada adalah Candrabhayasingha Warmadewa yang disebutkan dlam prasastinya yang sekarang tersimpan di Pura Sakenan Manukaya Tampaksiring, berisi tentang pembuatan telaga/pemandian suci yang disebut Tirta di Air Hampul.

Bila nama prabu Candrasangka seperti disebutkan dalam lontar Tatwa Siwa Purana sama atau nama lain dari raja Candrabhayasinga Warmadewa seperti disebutkan dalam prsasti Manukaya yang berangka tahun 962 Masehi, dapatlah dikatakan Pura Samuantiga dibangun sezaman dengan Pura Tirtha Empul yakni sekitar abad ke-10. Hal ini, lanjut Patera, sejalan dengan hasil penelitian R Goris yang menyebutkan setiap kerajaan pada masa Bali Kuna harus memiliki tiga pura utama yakni pura gunung, pura penataran dan pura segara (laut). Pura Tirtha Empul sebagai gunungnya dan Pura Samuantiga sebagai pura penatarannya.

Patera yang juga Ketua Manggala Paruman Penyungsung Pura Samuan Tiga meyakini, Pura Samuantiga sudah berdiri sebelum pertemuan segitiga penyatuan sekte-sekte keagman di Bali. Lantaran, menurut dia, ada yang menyebut pura ini dengan nama Pura Batan Bwah. “Mungkin pura ini sudah ada tetapi namanya lain. Karena di pura ini dilaksanakan pertemuan Samuantiga, untuk mengenangnya, k
emudian pura ini diberi nama Pura Samuantiga,” Patera menduga.

Pura Samuantiga (www.wisatadewata.com )
Yang jelas, dari segi bentuk dan struktur, Pura Samuantiga memang menggambarkan sebagai pura penataran lazimnya Pura Besakih. Masyarakat setempat pun kerap menganggap Pura Samuantiga sebagai miniatur Pura Besakih. Pasalnya, Pura Samuantiga juga dikelilingi pura-pura lainnya di sekitar pura sebgai pura lawa. Nama pura-pura itu pun mirip dengan nama pura-pura yang mengelilingi Pura Besakih seperti Pura Bukit terletak di sebelah timur, Pura Celanggu terletak di sebelah Selatan, Pura Batan Jeruk (Margabingung) di sebelah Barat, Pura Santrian di sebelah Utara, Pura Pasar Agung dan Melanting di sebelah Timur, Pura Dalem Puri di sebelah Timur, Pura Geduh di sebelah Timur dan Tegal Penangsaran di sebelah Timur.

Pura Samuantiga sendiri memiliki 80 pelinggih atau bangunan suci. Dari segi struktur, pura ini tersusun dari tujuh mandala dengan struktur yang semakin meninggi ke jeroan. Di mandala pertama berupa jaba pura. Berikutnya, mandala penataran agung yang memiliki 19 bangunan suci. Mandala Duur Delod memiliki tujuh bangunan suci.

Karena itu, kata Patera, di Pura Samuantiga dipuja Tuhan dalam segala manifestasinya. Pujawali atau Karya Agung Batara Turun Kabeh dilaksanakan setahun sekali pada saat Purnama Jyestha tepatnya pada wara Pasah. Namun, kalender Bali sudah menunjuk Purnama Kadasa. “Kalau piodalan-nya pada saat hari Tumpek Kuningan,” imbuh Patera.


Jika ingin lebih jelas sejarah dan asal-asul Pura Samuantiga ini, Klik Disini !

Share this post :

Post Comment

Post a Comment

 
Support : Copyright © 2015. Hindu Damai - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger
UA-51305274-1