BANGLI, DUMAI -
Jangan pernah berpikir untuk menjadi warga Penglipuran jika Anda berniat punya
lebih dari satu istri. Desa adat di Kabupaten Bangli, Bali, yang terletak di
dataran tinggi Gunung Agung ini memberlakukan larangan poligami bagi warganya.
Mereka yang berpoligami akan dikucilkan.
Desa Penglipuran, Bangli (Kompas.com) |
Di
ujung ”bawah” desa terdapat sebuah papan bertuliskan Karang Memadu. Dari
namanya, sekilas tempat yang ditunjuk oleh papan tulisan itu merupakan tempat
untuk memadu kasih. Namun, ternyata bukan.
”Kalau
punya istri banyak di situ, dah, tempatnya,” kata Ni Luh, perempuan yang
berdagang di tepi jalan desa seperti dikutip Kompas.com, Kamis (20/11).
Ternyata
di sanalah lokasi untuk mengucilkan para lelaki yang berpoligami. Meski bernama
karang, Karang Memadu hanyalah sebuah lahan kosong yang luas.
Menurut
hukum desa, setiap pria yang berpoligami harus pindah ke Karang Memadu.
”(Pihak) desa akan membangun sebuah gubuk bagi si pelanggar untuk tinggal
bersama istrinya,” kata Budiarta, pengurus Desa Adat Penglipuran.
Meskipun
si pelanggar masih boleh berbicara dengan warga desa lainnya, mereka tidak
diizinkan melintasi jalan di sisi utara balai kulkul (bangunan tinggi tempat
kentongan). Ia hanya boleh melintasi jalan di selatan balai kulkul.
Sanksi
keras juga diberlakukan dalam bentuk pengucilan adat. Orang yang ngemaduang
(poligami), pernikahannya tidak disahkan oleh desa. Upacara pernikahannya tidak
diselesaikan oleh Jero Kubayan, pemimpin tertinggi dalam pelaksanaan upacara
adat dan agama. Akibatnya, orang itu juga dilarang bersembahyang di pura desa
adat.
Rupanya,
dengan sanksi adat yang begitu keras, tidak ada lelaki di Penglipuran yang
berani berpoligami. Lahan di Karang Memadu tersebut masih kosong. Warga
menyebut tanah di situ berstatus leteh atau kotor sehingga apa pun yang ditanam
di atas tanah Karang Memadu dianggap tidak suci dan tidak bisa digunakan untuk
sesaji.
Tahun
1992, Desa Adat Penglipuran ditetapkan sebagai desa wisata. Sejak saat itu
semakin banyak wisatawan datang ke desa tersebut. Rumah-rumah warga pun
disiapkan menjadi penginapan, tetapi mereka tetap menjaga supaya tidak begitu
banyak wisatawan yang menyerbu desa tempat tinggal mereka.
Post Comment
Post a Comment