Headlines News :
Home » , , , , » Kartini-Kartini Bali Tak Kenal Lelah di Tengah Aktivitas Ritual

Kartini-Kartini Bali Tak Kenal Lelah di Tengah Aktivitas Ritual

Written By Unknown on Friday, April 25, 2014 | 9:02 AM

Banten-banten yang dijunjung ibu-ibu (potretbali.blogspot.com)
DUMAI- Seantero jagat Bali memancarkan rona religius, membuat setiap orang termasuk wisatawan mancanegara dalam menikmati liburan di Pulau Dewata merasa aman, nyaman, tentram dan kedamaian.

Kehalusan jiwa dan watak Kartini-kartini Bali bisa tersenyum berkat kelembutan maupun kepiawaian dalam membuat banten dan sesaji (rangkaian janur), sarana ritual yang digelar umat Hindu tiada hentinya. Wanita Bali memang dikenal gigih dan sanggup kerja apa saja yang produktif dalam meningkatkan pendapatan keluarga. Setiap saat mereka sangat sibuk menyiapkan sarana ritual rangkaian beberapa hari suci yang bekalangan ini jatuh secara beruntun, disamping aktivitas dan profesi yang digelutinya.

Memasuki 2014 yang berawal dari hari suci Siwa Ratri hari perenungan dosa yang dirayakan pada 29-30 Januari 2014, menyusul hari Saraswati, hari lahirnya ilmu pengetahuan dan teknologi pada hari Sabtu (8/3) dan hari suci Pagerwesi yang bermakna untuk meningkatkan keteguhan iman pada Rabu (12/3) tutur dosen Fakultas Pertanian Universitas Udayana Dr Ni Luh Kartini.

Sosok wanita kelahiran Buleleng, Bali utara itu menilai kegigihan wanita Bali tampak dengan tanpa pandang bulu dalam melakukan pekerjaan, jenis pekerjaan apapun sangup dilakoninya. Wanita Bali, selain bekerja keras membantu suami menambah pendapatan keluarga, mereka juga aktif dan berperan dalam menyukseskan kegiatan ritual. “Kartini-kartini” Bali sanggup memberikan pemahaman yang baik tentang kodrat sebagai wanita, yakni menjadi ibu yang penuh kasih sayang dalam kehidupan sehari-hari yang terasa semakin berat.

Wanita Bali menyingsingkan lengan baju bekerja keras. Bisa jadi seorang perempuan Bali pada siang hari menjadi pedagang, menekuni usaha industri kecil dan kerajinan rumah tangga, namun pada malam harinya tampil sebagai seniman pentas di atas panggung. Mereka tampil menari dengan lincah dan menyanyi di atas pentas diiringi gamelan, instrumen musik tradisional Bali yang mampu menarik perhatian penonton, termasuk wisatawan mancanegara maupun nusantara.

Dibalik “bola mata” penari yang disorot sinar lampu itu, ternyata sosok wanita Bali juga sanggup melakoni pekerjaan kasar, yakni bergelut dalam urusan pangan atau buruh bangunan bekerja di bawah terik matahari, tanpa mengenyampingkan peranannya sebagai ibu rumah tangga dan mengurus keluarga.

Tak Pernah Diam
Wanita Bali tidak pernah diam, berperan secara aktif dalam berbagai aspek pembangunan serta berusaha meningkatkan kemampuan, keterampilan dan produktivitas kerja, tanpa mengabaikan keluarga, seperti yang dituturkan Direktur Program Doktor Ilmu Agama Pascasarjana Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar Dr Ketut Sumadi.

Dengan keluguan wanita Bali mengarungi kehidupan, ternyata sanggup beradaptasi dengan perempuan modern seperti yang diungkapkan W. Gerard Holker, seorang wisatawan yang sudah puluhan kali berkunjung ke Bali itu mengaku sangat terpesona oleh perempuan Pulau Dewata.

Turis yang juga seorang seniman lukis itu, menggambarkan sosok wanita Bali mengenakan pakaian adat serat bunga emas yang gemerlapan sambil membawa sesajen dalam bokor. Demikian pula perintis seni lukis Pita Maha di Ubud, Rudolf Bonnet sering kali menuangkan karya seninya di atas kanvas, yang inspirasinya dari sosok perempuan Bali yang polos dengan rambut panjang dikepang dan bunga kamboja terselip dipangkal ekor kepang rambutnya.

Mario Antonio Belanco (alm), pelukis kelahiran Spanyol yang belasan puluhan tahun menetap di perkampungan seniman Ubud, tidak luput menggambarkan perempuan Bali dari segi estetisnya, keluguan, kepolosan dan kodratnya.

Kerja Ritual

Dalam hal ini, peran dan ketegaran “Kartini Bali” bisa menjadi cermin betapa sesungguhnya kaum feminim memiliki kemampuan prima dalam menyukseskan berbagai aspek kehidupan dan pembangunan.
 
Banten-banten yang dijunjung ibu-ibu (potretbali.blogspot.com)
Tidak mengherankan ibu rumah tangga yang merangkap bekerja di kantor instansi pemerintah atau swasta pada siang hari, terpaksa membuat “banten” pada malam hari seperti yang dituturkan Dra Ni Wayan Nuryati, seorang PNS di lingkungan Pemprov Bali. Hampir seluruh “Kartini-Kartini Bali” mengerahkan segala upaya dan kemampuannya dalam membuat “banten” dan sarana upakara lainnya sehingga rangkaian hari suci dapat terlaksana dengan baik dan sukses.

Kesibukan aktivitas ritual itu bisa menjadi bukti, wanita Bali masih tetap eksis di tengah kehidupan sehari-hari sekaligus semakin mengukuhkan sosok wanita Bali sebagai figur yang tahan banting. Wanita Bali tidak bekerja sendirian untuk itu, mereka dibantu oleh suami dan anggota keluarga masing-masing, meskipun yang lebih menonjol adalah peranan dan aktivitas kaum ibu.

Tanpa kerja sama dan saling membantu dalam keluarga itu, mustahil dapat menyiapkan dan menyukseskan rangkaian pelaksanaan hari suci itu. Wanita Bali memang sejak kecil terlatih membuat “banten” dan orang tua selalu melibatkan anak perempuan dalam membuat sesaji keperluan ritual. “Metode mendidik anak belajar sambil bekerja sangat efektif dan menunjukan hasil gemilang, sehingga wanita Bali tidak pernah berkeluh kesah dalam menunaikan tugas serta kewajibannya.



Share this post :

Post Comment

Post a Comment

 
Support : Copyright © 2015. Hindu Damai - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger
UA-51305274-1