Headlines News :
Home » , , » Danapunia Dalam Arena Politik

Danapunia Dalam Arena Politik

Written By Unknown on Saturday, November 22, 2014 | 8:55 AM

DUMAI - Danapunia dalam masyarakat luas acapkali dimaknai sebagai tindakan orang memberikan (sumbangan) dalam bentuk sesuatu dengan tulus ikhlas. Pemberian sesuatu itu secara sempit pada umumnya berbentuk materi (uang dan barang). Misalnya; seorang pengusaha atau donatur memberikan danapunya kepada kelompok masyarakat, banjar, desa atau pura tertentu.
 
Ilustrasi (www.gruphardys.com)
Karena memberikan sesuatu (uang atau barang), si pemberi kemudian ada yang menyebut sebagai sang dermawan. Istilah dermawan setidaknya merujuk pada subyek pelaku pemberi bantuan, entah berupa barang dan uang. Artinya pula sang dermawan adalah orang-orang yang memiliki pendapatan atau kekayaan lebih, kemudian memberikan sedikit kekayaannya atau pendapatannya kepada pihak-pihak yang membutuhkan untuk tujuan kemuliaan.

Dalam Agama Hindu, sumber yang mengacu kewajiban melakukan derma terdapat dalam Atharvaveda, III.24.5 yang berbunyi: “Wahai umat manusia, kumpulkanlah kekayaan dengan seratus tangan dan setelah engkau memperolehnya dermakanlah dengan seribu tanganmu” (Perdana, 2009:137).

Kekayaan merupakan berkah Tuhan (Hyang Widhi) dapat digunakan untuk berbagai tujuan yang berlandaskan dharma, terutama untuk memenuhi kebutuhan hidup dan harus digunakan untuk memuliakan Tuhan. Dengan jalan melakukan danapunya dan yadnya termasuk untuk memajukan dan mensejahterakan masyarakat serta menjaga keseimbangan, keharmonisan, kelestarian alam maupun jagat raya.

Ditegaskan pula dalam kitab Hindu yang lain, berbunyi: “Tangan menjadi indah karena sedekah, bukan karena perhiasan” (Canakya Nitisastra XVII.12)

Tangan adalah alat penting sebagai sarana penyaluran danapunya. Oleh sebab itu keindahan dan kebaikan tangan adalah ketika kita mampu memanfaatkannya di jalan dharma dengan berderma. Keindahan yang dimaksudkan bukanlah sebuah bentuk fisik tangan melainkan sebuah penggambaran perbuatan yang dilakukan salah satu anggota badan yang berfungsi memuliakan anggota badan yang lain. Artinya melalui tangan, orang akan dapat termuliakan.

Sedangkan pengaturan melakukan derma, Sarasamuccaya 261 - 262 menjelaskan “Dan caranya mencari berusaha memperoleh sesuatu, hendaklah berdasarkan dharma, dana yang diperoleh karena usaha, hendaklah di bagi tiga, guna melaksanakan (biaya) mencapai yang tiga itu; perhatikanlah itu baik-baik” (Kadjeng, 1997:198).

“Demikianlah hakekatnya maka di bagi tiga (hasil usaha itu), yang satu bagian guna mencapai dharma, bagian yang ke dua adalah biaya untuk memenuhi kama, bagian yang ketiga diuntukkan bagi melakukan kegiatan usaha dalam bidang artha, ekonomi, agar berkembang kembali demikian hakekatnya, maka di bagi tiga, oleh orang yang ingin beroleh kebahagiaan” (Kadjeng, 1997:199).

Dalam arena politik, berderma salah satu jalan yang ditempuh oleh para kandidat calon pemimpin daerah, legislatif sampai dengan presiden. Pada momen itu, beberapa pura acap menjadi ramai. Berderma dengan danapunya di Pura merupakan salah satu potret rutin dalam masa masa pemilu, selain berderma di desa dan kelompok kecil lainnya. Pilihan berdanapunya di pura erat hubungannya dengan anggapan bahwa memberi selalu dianggap sakral, yang suci, luhur selalu berada di atas, sehingga memberi demi kesucian itu senantiasa bermakna vertikal. Sebab, ketika mereka mendapat sesuatu ditentukan sepenuhnya oleh yang di atas.

Pemberian terbaik, terpenting, termegah, adalah untuk Yang Maha Tinggi. Yang tinggi itu tak selalu berarti Hyang Widhi atau dewa, juga pitara, leluhur, nenek moyang. Mereka maya, niskala, tetapi ada. Ketika banyak mendapat, banyak pula harus diikhlaskan demi niskala

 Meskipun doktrin agama Hindu membenarkan pemberian danapunya akan mendatangkan pahala namun tergantung pada apa yang diberikan, darimana pemberian itu didapat, bagaimana sikap saat memberikan dan kapan pemberian itu dilakukan (Widana, 2008:61-62). Jika kesemuanya sudah tepat dan benar maka akan berpahala pemberian atau danapunya itu dan patutlah orang yang melakukan itu disebut dermawan.

Jika sebaliknya, maka jangan kecewa kalau ternyata pemberian itu tidak akan mendapatkan pahala alias percuma dan si penderma tidak dikategorikan sebagai seorang dermawan. Terlebih menjadi dermawan hanya dalam momen Politik, maka bukan dermawan. Dermawan tidak butuh imbalan, juga tidak butuh dukungan suara. Berdasarkan hal itu, kegiatan danapunya yang dilakukan di Pura Pura atau desa dan kelompok-kelompok kecil lainnya adalah sebagai upaya mengontruksi citra sebagai seorang figur pemimpin yang merakyat.

Bahkan tindakan danapunya dalam arena politik itu adalah bentuk terhalus politik uang yang mendompleng agama (Hindu). Tidak menjadi salah terdapat asumsi yang mengemukakan pada era ini bukan lagi identik dengan kekuasaan rakyat untuk memilih pemimpin. Demokrasi diterjemahkan sebagai alat politik yang dapat dibeli dengan uang untuk menapaki puncak kekuasaan. Demokrasi seolah menjadi pasar transaksi bisnis. Pendekatan secara transaksional dan pola berpikir instan menyebabkan masyarakat makin pragmatis.

Jika pola pikir transaksional makin menguat, aspirasi masyarakat dengan gampang dibelokkan hanya lantaran calon datang dengan membawa segepok uang. Dengan demikian hanya kaum pemodal yang memiliki akses ke politik dan bisa menempati kedudukan anggota legislatif atau pemimpin daerah. Meskipun ivestasi atau kepedulian semacam itu patut diacungi jempol. Namun, patut disayangkan danapunya umumnya mengalir deras hanya saat menjelang digelarnya ajang suksesi pemimpin politik. Kalangan figur semacam ini tiba-tiba menampilkan diri sebagai sosok dermawan.   *Sumber
Share this post :

Post Comment

Post a Comment

 
Support : Copyright © 2015. Hindu Damai - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger
UA-51305274-1