JAKARTA, DUMAI –
Majalah triwulanan, Hinduism Today
yang terbit di Hawaai, AS, dan tersebar luas di seluruh dunia, edisi
oktober/November/Desember 2014 memuat laporan utama tentang masyarakat Hindu di
Jawa, dengan judul mencolok di halaman depan “Java’s Hidden Hindu”, dengan foto Romo Resi Bahudanda Sajiwo Dharmo
sedang memuja, dalam acara persembahyangan di Pura Sasana Bhakti di Desa
Pasung, Klaten, Jawa Tengah.
Halaman Utama Hinduism Today “Java’s Hidden Hindu”
Laporan
utama ini merupakan hasil perjalanan reporter Hinduism Today, Rajiv Malik yang berdomisili di New Delhi, India,
di Jawa Timur dan Jawa tengah dari tanggal 18 April 2014 s/d tanggal 25 April
2014.
Rajiv
Malik didampingi oleh Dewa K. Suratnaya, Wapemred Media Hindu dan Agus Putu
Pranayoga dari Denpasar sebagai fotografer. Sebelumnya persiapan perjalanan
telah dikoordinasikan dengan Gede Ngurah Ambara, anggota redaksi Media Hindu,
yang memberikan informasi awal kepada redaksi Hinduism Today, mengenai orang-orang, tempat-tempat dan
lembaga-lembaga yang perlu dikunjungi untuk mendapat bahan berita yang tepat.
Laporan
utama tentang masyarakat Hindu Jawa ini diberikan tempat sebanyak 14 halaman
penuh dengan ilustrasi yang menarik. Laporan utama ini memuat keberadaan
masyarakat Hindu di berbagai tempat yang dikunjungi.
Dalam
judul “The Bali-Jawa Isu” antara lain
ditulis sebagai berikut: “Dalam tahunn 1980an, pura dengan gaya Bali dibangun
di setiap desa di Jawa Timur dan Jawa Tengah dan dilayani oleh pemangku yang
dilatih di Bali. Pura ini biasanya dibangun di samping sanggar yang sudah ada
secara tradisional.
Dukun
Sutomo menanggapi isu ini dengan cara saksama dan hati-hati. “Sejauh berkaitan
dengan mempelajari Agama Hindu dari Bali, kami tidak melakukannya demikian,
karena kami memiliki tradisi dan ritual leluhur yang harus kami ikuti,” ujar
Sutomo.
“Pada
saat yang sama kami tidak merasa atau mengatakan bahwa Agama Hindu kami lebih
baik dari agama Hindu di Bali, kami tidak membandingkan dengan cara itu. Ada tiga
dasar tradisional dan dua pura di Ngadisari. Masyarakat melakukan
persembahyangan di keduanya karena mereka tidak bisa mengabaikan tradisi
leluhur mereka,” tambahya.
Rajiv
menutup laporannya dengan penuh perasaan. “ Selama seluruh perjalanan saya di
jawa, sekalipun saya tidak mengerti sepatah katapun bahasa yang mereka ucapkan,
melainkan dari terjemahan Pak Dewa, saya
merasa tersambung dengan orang-orang Hindu jawa melalui warisan tradisi
yang kita bagi bersama. Ketika saya terbang ke New Delhi kenangan manis dari
tuan rumah saya memenuhi pikiran saya. Saya menemukan kualitas ewuh pakewuh sebagai sisi yang sangat
menarik dari orang-orang Hindu jawa, sebagai orang yang rendah hati namun teguh
terhadap tradisi yang mereka ikuti. Mereka mengikuti jalan ketenangan dalam
semua situasi, yang menyebabkan mereka tetap ada selama ratusan tahun sejak
kerajaan Hindu terakhir di Jawa jatuh. Ada banyak hal yang dapat kita pelajari
dari mereka,” tulis Rajiv dalam laporannya seperti dikutip Media Hindu, Rabu
(24/12).
Post Comment
Post a Comment